Berlin, Ahad.co.id- Surat kabar Jerman, Neuer Osnabrücker Zeitung (NOZ) melaporkan pada Senin (8/2) ada 901 serangan terhadap Muslim dan organisasi Islam tercatat di Jerman pada 2020.
Jumlah tersebut meningkat dua persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kementerian dalam negeri Jerman mencatat 884 kasus Islamofobia pada 2019.
Meskipun virus korona membatasi kehidupan publik, jumlah pelanggaran kriminal termasuk merusak fasilitas dengan simbol Nazi, menulis ancaman, dan merobek jilbab wanita telah meningkat lagi. Pakar interior Partai Kiri Jerman (Die Linke), Ulla Jelpke, menggambarkan serangan tersebut sebagai masalah yang masih tersembunyi.
Jerman telah mengalami peningkatan rasisme dan kebencian anti-Muslim dalam beberapa tahun terakhir. Ini dipicu propaganda kelompok neo-Nazi dan partai oposisi sayap kanan, Alternatif untuk Jerman (AfD).
Jelpke mengatakan para korban serangan sering tidak mengajukan pengaduan karena takut atau malu. Padahal diskriminasi perlu diperangi secara efektif. Tercatat 48 orang terluka secara fisik dalam serangan pada 2020 yang meningkat dari tahun sebelumnya dan dua orang kehilangan nyawa.
Sebuah penyelidikan dari partai kiri Jerman pada tahun lalu menunjukkan setiap hari sepanjang tahun 2019, sebuah masjid, lembaga Muslim, atau perwakilan agama di Jerman menjadi sasaran serangan Islamofobia.
Menurut sebuah studi pada November 2020 tentang rasisme dan kekerasan polisi di Jerman, petugas yang rasis dalam kepolisian Jerman dengan sengaja menargetkan orang Turki dan minoritas lainnya. Mereka bahkan menyebut aksi tersebut sebagai “perburuan orang Turki.”
Penelitian yang dilakukan Profesor Tobias Singelnstein dari Ruhr-University Bochum mengungkapkan ada masalah struktural dalam kepolisian Jerman atas laporan penghinaan rasis, Islamofobia, dan anti-Semit yang dikonfirmasi petugas polisi dan kesaksian korban.
Dilansir Daily Sabah, Selasa (9/2), menghadapi ekstremisme sayap kanan yang berkembang, Jerman telah diguncang lebih dari 100 ancaman bom dan kematian yang dikirim ke pengacara, politisi, dan institusi pada 2019. Media lokal melaporkan itu diduga kelompok neo-Nazi Jerman.
Menanggpi kondisi ini, komunitas Turki di Eropa prihatin dengan meningkatnya tren Islamofobia dan Turkofobia di negara-negara Barat. Mereka juga meminta negara-negara Eropa untuk meningkatkan tindakan terhadap kejahatan rasial.
Kepala Visi Nasional Komunitas Islam (IGMG), Kemal Ergün, yang berbasis di Cologne menyatakan bulan lalu, antara 2014 dan 2020, telah terjadi lebih dari 700 serangan masjid di Jerman dan menekankan pentingnya penangkapan terhadap penyerang. Ergün menyoroti peran serangan teroris di Eropa dalam meningkatkan rasisme yang ditujukan pada Muslim.
Di sisi lain, Kepala Uni Islam Turki Eropa (ATIB), Durmuş Yıldırım, menunjukkan bahwa meskipun pekerja Turki bermigrasi ke Eropa 60 tahun yang lalu, para rasis di Barat telah mendapatkan kekuatan dan menarik pengikut anti-Muslim. Mereka juga diwakili di lembaga perwakilan rakyat tertinggi, Bundestag.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan sering mendesak para pembuat keputusan dan politisi Eropa untuk mengambil sikap melawan rasisme dan jenis diskriminasi. Sebab, hal itu telah mengancam kehidupan jutaan orang yang tinggal di sana.
Jerman adalah rumah bagi 81 juta orang dan menampung populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Dari hampir 4,7 juta Muslim, setidaknya 3 juta adalah keturunan Turki.