Jakarta, AHAD.CO.ID- Pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra menilai Presiden tidak cukup alasan mengeluarkan Perppu untuk membubarkan undang-undang Ormas sesuai UU No 17 tahun 2014.
“Itu karena Perppu dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, sekarang kalau mau membubarkan kegentingannya apa, karena kalau lihat HTI ini bukan Ormas yang mengancam keutuhan bangsa,” kata Yusril di kantornya, Rabu (12/4).
Pengalaman dia saat mengeluarkan Perppu terutama saat bom Bali karena itu nyata, ratusan orang mati dan menjadi sorotan dunia serta perangkat hukum yang ada di dalam KUHP maupun undang-undang peledak tidak mencukupi untuk mengatasi kejadian bom Bali.
“Oleh karena itu, kita mengeluarkan Perppu dan itupun saya susah payah melobi DPR untuk mengesahkan Perpu itu menjadi undang-undang dan akhirnya menjadi undang-undang. Maka sekarang ini seperti tidak ada hujan angin pemerintah seolah-olah mudah membubarkan ormas melalui Perppu,” tukas Yusril.
Menurutnya, hal ini merupakan perjalanan yang mundur bagi demokrasi, karena undang-undang yang lama nomor 17 tahun 2013 merupakan persoala lama dan berliku. Demokrasi memang seperti itu, tidak bisa pemerintah langsung mengambil jalan pintas untuk membubarkan ormas dengan sewenang-wenang.
“Kekhawatiran kita dengan perppu ini HTI dibubarkan dan besok ormas-ormas lain juga akan dibubarkan oleh pemerintah. Menurut saya ini bukan merupakan langkah yang bijak dalam membangun bangsa ini,” ungkap Yusril.
Artinya, lanjut Yusril, Perppu tergantung kepada DPR akan mengesahkan menjadi undang-undang, harus disampaikan secepatnya kepada DPR dan disampaikan pada sidang berikutnya serta akan memakan waktu berapa bulan.
“DPR belum mengesahkan undang-undang itu pemerintah dengan Perpu tersebut bisa melakukan apa saja yang pemerintah mau dan HTI bisa dibubarkan,” ucapnya.
Secara hemat Yusril, apabila pemerintah benar menerbitkan Perppu, maka ia akan mengajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. Dalam UUD 1945, MK berhak menguji undang-undang tidak spesifik di situ Perppu, tetapi muatan Perppu dengan undang-undang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan sama.
“Saya kira Perppu bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi tergantung keadaan dan perubahan bisa mempengaruhi DPR untuk mengesahkan Perppu itu atau sesuai MK. Walaupun MK tidak bisa membuat norma tapi dia bisa meniadakan. Menyatakan tidak memiliki norma dalam UU.”
Yusril menyatakan kepada Presiden Jokowi, persepsi yang timbul di masyarakat, pemerintah semakin hari semakin jauh dan represif terhadap umat Islam. Ini bukan langkah yang bijak dan presiden ternyata tidak mengakui hal itu. Pada sisi lain, pemerintah melakukan pembiaran aktivitas-aktivitas golongan komunis golongan kiri dan itu yang terjadi.
“Saya sudah bertemu dengan HTI, walaupun seluruh pikiran saya tidak sependapat, tetapi berbicara mereka suatu ormas dan meyakini bahwa doktrin mereka tentang Khilafah, saya kira itu merupakan suatu ide, suatu gagasan yang paling ideal. Tetapi harus melihat realitas di tengah masyarakat. Seharusnya pengadilan yang menilai, kalau pengadilan tidak bisa menilai dan Pak Jokowi subjektif artinya apa yang dikatakan Jokowi soal Pancasila? Bisa rusak bangsa ini kalau begitu,” pungkasnya.
WARTA PILIHAN | DANIEL AMRULLAH