Oleh: Firman Mudiana Fajar*
Ahad.co.id- Sepak bola kita berduka, seluruh masyarakat yang memiliki akal sehat sangat menyesalkan, prihatin dan mengecam peristiwa yang membuat duka didunia pesepak bolaan tanah air tersebut.
Berduka bukan karena tim nasional kita kalah berkompetisi di tingkat Internasional atau pemainnya terkena musibah. Melainkan, berduka karena seorang suporter tim sepak bola tewas mengenaskan.
Seorang suporter Persija, Haringga Sirila (23) tewas mengenaskan dikeroyok secara keji oleh oknum suporter Persib, bobotoh. Peristiwa tidak berprikemanusiaan tersebut terjadi pada Minggu (23/09/2018) jelang laga Persija dan Persib di Gelora Bandung Lautan Api.
Hari itu juga dunia maya dipenuhi rekaman video ketika pemuda asal Cengkareng Jakarta Barat tersebut dikeroyok secara brutal, layak nya binatang yang berbahaya. Merinding diri ini untuk menuliskan peristiwa di video yang telah dibagikan oleh ribuan orang itu.
Sungguh apa yang dilakukan para bobotoh itu di luar batas kemanusiaan, dimana manusia dikarunia akal agar dapat bertindak sesuai norma kemanusiaan.
Manusia yang berakal faham bahwa tidak ada yang diuntungkan dari peristiwa brutal tersebut. Apa yang bobotoh raih dari peristiwa sadis tersebut?. Atau apa yang diraih oleh PSSI dari peristiwa tidak manusiawi tersebut?. Tidak ada, kecuali aib dan duka.
Memang ada satu pihak yang diuntungkan dari peristiwa sadis tersebut. Yaitu, iblis dan anak buahnya. Mereka senang karena telah berhasil membuat keturunan anak cucu Adam AS berperilaku lebih rendah dari binatang, hingga akhirnya membunuh saudara nya dengan keji karena persoalan pepesan kosong.
Semua manusia yang berakal ingin menjalani kehidupan di dunia yang fana ini sesuai dengan tujuan penciptaan nya, mengolah dunia ini dengan sebaik – baik nya dengan menjunjung norma kemanusiaan yang telah ditentukan oleh sang pencipta.
Karena nya agar manusia tidak terjerumus kepada perilaku binatang, mengikuti bujukan iblis dan anak buah nya, Alloh SWT menurunkan petunjuk. Kemudian petunjuk tersebut di susun oleh para ilmuan/ulama menjadi konsep pendidikan. Dan setiap negara memiliki konsep pendidikan sesuai dengan visi, misi atau dasar negara nya.
Seperti di Negara kita, Indonesia, memiliki konsep pendidikan yang tertuang dalam Undang – Undang NO 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas). Disebutkan pada pasal 1 ayat 1 :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pada ayat 2 nya disebutkan :
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.
Berdasarkan konsep sisdiknas tersebut jelas, bahwa out put atau manusia yang ingin dihasilkan dari sistem pendidikan kita bukan manusia biasa, tapi luar biasa, manusia unggul, manusia yang memiliki spritual keagamaan, pengendalian diri, cerdas, AHLAK MULIA, dan terampil.
Singkat nya manusia seperti bunyi sila ke 2 pada dasar negara kita yang di harapkan, yaitu “manusia yang adil dan beradab”.
Semua pendidik sangat memahami UU tersebut, dan tidak ada pendidik yang mendidik peserta didik nya untuk berperilaku seperti oknum bobotoh tersebut. Tetapi, tidak bisa dielakkan bahwa bobotoh adalah produk sistem pendidikan kita.
Artinya ada yang perlu diperbaiki dari penerapan sistem pendidikan di negara kita. Undang – undang nya menjelaskan output (hasil/produk) yang baik, namun hasilnya tidak sesuai. Kebrutalan oknum bobotoh adalah satu dari sekian perilaku kekerasan, pengeroyokan, persekusi, karena persoalan fanatisme dukungan.
Karena #2019GantiPresiden saja, seorang ibu dipersekusi di bandara dan para pengguna kaos nya pun dipersekusi.
Maka,agar kasus pengeroyokan suporter bola tidak terulang kembali. Karena ini bukanlah kasus yang pertama. Bukan sistem persepak bola an nya saja yang harus diperbaiki. Bukan pula penegakkan hukum yang tegas untuk memberikan efek jera. Melainkan, yang utama adalah perbaiki pelaksanaan sistem pendidikan kita, yang kognitif oriented menjadi adab oriented.
Apalah artinya selembar ijazah yang diperoleh dengan nilai tinggi, jika perilakunya lebih rendah dari binatang. Adab nya kosong.
Ahhh, sudahlah. Terlalu panjang untuk menulis persoalan adab dari produk pendidikan kita, panjang nya melebihi penggaris panjang yang digunakan guru SD kelas satu saya dahulu untuk menunjuk tulisan “i n i – b u d i” di papan tulis.
Turut berduka cita sedalam – sedalam nya. Semoga Alloh memberikan ketabahan untuk keluarga almarhum Harlingga, yang pasti keluarga masih berat menerima musibah ini dan berat nya pasti melebihi berat nya tas anak – anak SD zaman sekarang.
Wallohu ‘alam.
*Guru TK Islam PB Soedirman. Tinggal di Ciracas, Jakarta Timur.