Oleh: Muhamad Rikiansyah, S.Ikom *
AHAD.CO.ID- Rabu (29/11), Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) menginjak usia 46 tahun. Di usia yang boleh dibilang tidak muda lagi, ternyata stigma negatif masih melekat kuat terhadap anggota Korpri, terutama Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bagaimana tidak, sudah menjadi opini di masyarakat bahwa PNS memiliki citra yang buruk. Malas bekerja, jarang masuk kantor, kualitas pelayanan yang buruk, pungutan liar, hingga perilaku korupsi. Padahal, itu hanyalah ulah segelintir oknum PNS yang tidak bertanggungjawab dan kemudian di-blow up oleh media.
Dari sinilah sebagian masyarakat mencibir profesi PNS. Ada yang memprovokasi agar tidak perlu menjadi PNS ketika bekerja nanti, ada yang menganggap bahwa PNS itu selalu menghamburkan uang negara, bahkan ada juga yang menganggap bahwa PNS digaji dari sumber yang haram.
Sejatinya, bekerja sebagai PNS sama saja dengan bekerja seperti profesi lainnya. Karena yang terpenting bukanlah bekerja sebagai apa, tapi bagaimana proses pekerjaan itu dilakukan. Ketika menjadi pengusaha yang berlaku jujur dan adil, maka akan mendapat ganjaran di akhirat kelak.
Sebaliknya, pengusaha yang berbuat curang akan mendapat balasan yang setimpal. Begitu juga dengan profesi yang lainnya, termasuk PNS.
Dalam Islam, setiap orang diwajibkan untuk mencari penghidupan yang layak. Allah Azza Wa Jalla telah menciptakan siang-malam dan dunia beserta isinya untuk dijadikan sarana mencari rejeki melalui bekerja. Apapun profesi-nya, baik itu pengusaha, pedagang, karyawan swasta, atau PNS sekalipun, perlu memperhatikan beberapa aturan agar pekerjaan yang dilakukan bernilai kebaikan di sisi Allah SWT.
Pertama, pekerjaan yang dijalani harus halal dan baik. Anggapan bahwa PNS digaji dari sumber yang haram – karena ada pajak hiburan maksiat, pajak rokok, dan yang sejenisnya – itu sangatlah tidak adil. Menghukumi sesuatu tidak serta merta bisa menggunakan logika. Jika semua anggaran pemerintah dianggap haram, maka seluruh yang dilakukan pemerintah pun akan menjadi haram. Bukan hanya gaji PNS, tetapi proyek infrastruktur dan program pemerintah yang dibiayai dari uang negara akan berstatus haram. Bahkan, masyarakat yang menikmati infrastruktur dan program pemerintah itu pun terkena dosa-nya.
Kedua, bekerja dengan profesional sesuai profesinya. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk sekedar bekerja, tetapi juga mendorong umatnya agar senantiasa bekerja dengan baik dan bertanggungjawab. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kalian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik” (HR. Baihaqi, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah As Shahihah).
Profesional adalah rasa memiliki tanggungjawab atas pekerjaan tersebut dan memperhatikan dengan baik urusannya sehingga tidak melakukan kesalahan. Bagi PNS, profesional bukan hanya tuntutan pekerjaan, tetapi sudah menjadi janji yang diucapkan ketika diangkat menjadi PNS yang tertuang dalam Pancaprasetya Korpri.
Ketiga, bekerja ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya” (HR Bukhari Muslim).
Setiap pekerjaan – apapun profesinya – tentu harus dilakukan dengan ikhlas agar mendapatkan nilai tambah di sisi Allah SWT. Bukan hanya rejeki yang berkah, tetapi juga limpahan pahala yang tak terbatas. Bukan tidak mungkin PNS yang bekerja ikhlas dengan niat karena Allah SWT, akan menggapai keberkahan dan kesuksesan di dunia dan akhirat.
Keempat, tidak melalaikan perintah-Nya. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi” (QS. Al-Munafiqun: 9).
Bekerja adalah ibadah. Namun, kesibukan PNS dalam bekerja tentunya tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban. Misalnya, ketika adzan berkumandang di tengah-tengah kesibukan pekerjaan. Adalah hal yang utama jika panggilan adzan itu disambut dengan bersegera ke mushala kantor atau masjid terdekat untuk melaksanakan shalat berjamaah. Bahkan, akan lebih baik jika dibuat peraturan shalat wajib berjamaah bagi PNS di lingkungan instansi pemerintah.
Dengan cara seperti ini, pekerjaan PNS tentunya akan menjadi pekerjaan yang mulia. Mulia dalam pandangan masyarakat dan juga mulia di sisi Allah SWT. Bukan tidak mungkin derajatnya naik ke jenjang yang tertinggi. Tidak hanya abdi negara, tetapi juga abdi (hamba) Allah SWT yang sebenarnya. Wallahu’alam.
* Penulis adalah PNS di Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dan pengurus DKM Utsman bin Affan Jatihandap Bandung