Beranda Mimbar Berziarah ke Kuburan “Ekonomi Pancasila”

Berziarah ke Kuburan “Ekonomi Pancasila”

BERBAGI
Asyari Usman/sumber foto: dokumentasi pribadi

Oleh Asyari Usman
Wartawan Senior

AHAD.CO.ID- Ekonomi Pancasila (yang populer di kalangan warga dengan julukan Mbah Ekop), telah meninggal dunia secara resmi di masa kepresidenan Jokowi sekarang ini. Mbah Ekop mencoba menunda-nunda penghembusan nafasnya yang terakhir, tetapi almarhum mempercepat kepergiannya karena beliau tidak melihat adanya kesadaran tentang bahaya kapitalisme-liberalisme di era ini.

Mbah Ekop bukan bunuh diri, hanya meminta tim dokter ahli kar-ideologi untuk mencabut alat-alat bantu medis yang dipasang di tubuhnya. Beliau sudah tak tahan melihat kondisi Indonesia saat ini. Hutang bertimbun, narkoba bertimbun, pekerja WNA illegal juga bertimbun-timbun. Di atas itu semua, kemiskinan juga bertimbun sementara kekayaan negara dikuras oleh pemilik modal asing yang berkolaborasi dengan drakula-drakula domestik.

Dia sempat berkirim SMS ke Jokowi, namun Presiden mengirimkan balasan yang meyakitkan perasaan Mbah.

“Maaf Mbah Ekop,” kata Jokowi. “Saya sedang banyak hutang.”

“Tidak mungkin mengembalikan ajaran Mbah. Saya harus cari kapital tambahan. Kapital itu maksudnya duit, Mbah. Jadi, aku harus ikut kapitalisme supaya dapat duit.

“Duit di kas aku sudah habis, Mbah.”

Itulah SMS Jokowi kepada Mbah Ekop, beberapa hari sebelum dia resmi diwafatkan.

Selama 2.5 tahun ini Mbah Ekop berharap Jokowi akan kembali ke Ekonomi Pancasila. Yaitu, ekonomi yang berketuhanan, ekonomi tanpa kerakusan, ekonomi tanpa kesenjangan yang besar, ekonomi untuk rakyat. Mbah Ekop meyakini bahwa kesederhanaan, keblusukan, dan kedekatan Jokowi dengan rakyat merupakan pertanda kebangkitan Ekonomi Pancasila. Ternyata semuanya menjadi jelas di SMS Jokowi.

Sejak SMS itu kondisi Mbah Ekop semakin parah. Dia tak menyangka Jokowi akan mengatakan terus terang tentang kapitalisme-liberalisme yang dianutnya.

Seminggu setelah dikebumikan, saya dan beberapa warga sekampung Mbah Ekop berziarah ke kuburannya.

Saya tanyakan kepada seorang warga mengapa Mbah Ekop dikebumikan di pekuburan warga yang berada di satu gang sempit. Orang itu mengatakan bahwa Mbah Ekop menolak tawaran keluarga Bung Karno untuk dikuburkan di sekitar makam Proklamator itu di Blitar. Dia berwasiat supaya dikebumikan di pekuburan yang disebutnya sangat pancasilais itu.

Baca juga :   Serial #EJW: Membincang Tentang Jawa Islam

Mbah Ekop menolak dikebumikan di dekat makam Bung Karno karena kekecewaannya yang sangat besar terhadap sepak terjang anak-cucu presiden yang pertama itu.

“Saya tidak mengerti kenapa mereka mengikuti kapitalisme-liberalisme,” kata Mbah Ekop sewaktu beliau masih hidup.

Sebelum kami beranjak dari kuburan Mbak Ekop, saya arahkan pandangan ke pusara beliau. Saya tengok kayu nisan yang bertuliskan, “Ekonomi Pancasila (Mbah Ekop)”. Di baris keduanya terbaca, “Lahir 1949”. Baris ketiga, “Wafat 2017”. Di bawahnya lagi tertulis semacam peringatan singkat, “Kapitalisme Akan Mempercepat Kehancuran”.

Pusara Mbah Ekop sederhana saja. Nisannya dibuat dari kayu atas wasiat beliau. Tulisan pesan peringatan itu juga atas permintaannya. Saya tanyakan kepada salah seorang warga mengapa Mbah Ekop tak mau pesan itu diukir di atas batu marmar atau pualam.

Menurut warga, Mbah tidak ingin peringatan “Kapitalisme Akan Mempercepat Kehancuran” itu akan berdiri abadi di atas pusaranya karena tidak lapuk. Kalau diabadikan di atas batu, Mbah Ekop khawatir peringatan itu akan dijadikan dalil perdebatan suatu hari kelak ketika sistem kapitalisme-liberalisme terbukti menghancurkan Indonesia.

Beliau tidak mau orang berbodong-bondong datang ke kuburannya dan menyatakan penyesalan (yang sudah terlambat) atas pengadopsian kapitalisme-liberalisme. Kalau tulisan itu dibuat di atas kayu, paling-paling 10 tahun sudah akan lapuk dan lenyap dari pusaranya.

Mbah Ekop tidak mau ada satu kelompok yang mencintai dia akan mempersekusi para penganut kapitalisme-liberalisme dengan tudingan anti-Pancasila.

Beliau tidak ingin, setelah kapitalisme-liberalisme menghancurkan Indonesia, keturunan Bung Karno akan dikejar-kejar karena mereka hampir semua menjadi penggemar ajaran itu padahal Sang Proklamator mengajarkan paham kerakyatan.

*Isi tulisan dalam rubrik Mimbar sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, tidak mencerminkan pandangan redaksi AHAD.CO.ID. Jika anda memiliki opini terkait persoalan-persoalan terkini, silakan kirimkan tulisan anda ke redaksi@ahad.co.id