London, AHAD.CO.ID- Setelah melewati sepuluh tahun, empat negara, empat sekolah kedokteran dan 21 rumah, Tirej Brimo (27 tahun), seorang pengungsi Suriah yang melarikan diri dari perang, akhirnya berhasil menjadi seorang dokter.
Sebelumnya, Brimo terpaksa melarikan diri dari tanah airnya pada tahun 2012 karena perang berkecamuk, padahal 10 bulan lagi dia akan lulus dengan gelar dokter di sebuah universitas di Aleppo. Pelariannya melintasi negara-negara Timur Tengah dan berakhir di Inggris.
Pekan lalu, dia lulus dari Universitas St George di London -setelah dipecat oleh beberapa sekolah kedokteran-. Sekarang dia memulai karir sebagai dokter junior di National Health Service di utara Inggris.
Brimo mengungkapkan kegembiraannya dengan sebuah posting Facebook yang menjadi viral.
“Perang dapat mengambil segala sesuatu dari anda, kecuali hasrat dan cinta. Saya tidak pernah menyerah untuk terus berjuang meraih mimpi,” kata Brimo.
Sebagai pengungsi, dia mengatakan bahwa dia tahu bagaimana rasanya kehilangan segalanya dan memahami nilai kasih sayang, yang menjadi nilai inti seorang dokter.
Brimo berharap bisa membaktikan seluruh hidupnya untuk masyarakat dan kemanusiaan.
“Saya merasa terikat pada Suriah dan Inggris. Suriah adalah dukacita yang menghancurkan hati saya setiap hari, Inggris adalah tempat yang mencintai saya, menyambut saya dan percaya kepada saya, karena itu saya tidak sabar untuk mulai berkontribusi pada masyarakat,” katanya.
Bekerja sebagai phlebotomist untuk mendukung studinya, Brimo mengatakan bahasa adalah rintangan terbesar pada awalnya, karena ia harus beralih dari bahasa Arab ke bahasa Inggris.
“Ketika teman-teman saya melakukan satu jam kerja, saya biasa melakukan dua jam, karena untuk mengatasi tantangan bahasa,” katanya. “Saya suka bahasa Inggris!” imbuh Brimo yang mendapat pujian dari Walikota London Sadiq Khan.
“Selamat kepada pengungsi Suriah Dr. Tirej Brimo. Orang London bangga karena kamu lulus sebagai dokter di kota kami,” kata Khan dalam akun twitternya.
Brimo berharap pengungsi lain bisa diberi kesempatan dan dukungan serupa.
“Seseorang pernah mengatakan kepada saya, hidup bukan tentang menunggu badai berlalu, hidup adalah belajar bagaimana menari dalam hujan. Saya tahu betapa sulitnya menempuh perang. Pesan saya, jangan menyerah pada diri sendiri jangan menyerah pada mimpimu, suatu hari nanti kamu akan sampai di sana,” katanya.
MIDDLE EAST MONITOR | DUDY SYA’BANI TAKDIR