Jakarta, AHAD.CO.ID- Aggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Winaru menegaskan rencana pemanfaatan dana haji untuk infastruktur harus mendapat persetujuan dari jamaah haji. Pemerintah tidak bisa sesuka hati memanfaatkannya karena mayoritas dana haji berasal dari setoran awal calon jamaah.
“Jamaah harus tanda tangan pernyataan bahwa dananya itu akan diinvestasikan ke sektor yang sesuai dengan prinsip syariah,” katanya dalam keterangan pers yang diterima AHAD.CO.ID, Selasa (1/8).
Lebih lajut Khatibul menjelaskan, jamaah juga harus memperbaharui akad dana haji. Kemudian Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Kementerian Agama segera menerapkan sistem virtual account.
“BPKH harus segera menerapkan sistem virtual account dan memperbaharui akad dana haji yang mayoritas berasal dari setoran awal calon jamaah haji,” ungkap Khatibul.
Selain itu pemanfaatan dana haji, kata Khatibul, harus mengantongi persetujuan Dewan Pengawas dan DPR. Hal itu diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Dewan Pengawas terdiri dari pakar syariah dan akan mengkaji wacana itu. Begitu juga DPR akan membahas dan menentukan besaran investasi dan alokasi pemanfaatan dana haji.
“Dana haji sejak tujuh tahun lalu diinvestasikan untuk infrastruktur melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) serta SBSN dengan jumlah Rp 35,2 Trilyun. Sukuk dibolehkan karena instrument syariah,” ujar Khatibul.
Khatibul menegaskan dana haji juga harus difokuskan untuk kepentingan jemaah haji dan kemaslahatan umat Islam. Antara lain membangun infrastrukur haji di tanah suci, seperti membangun hotel bagi jemaah haji, transportasi darat, rumah sakit, dan infrastruktur lain.
Saat melantik BPKH, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta dana haji diinvestasikan antara lain di sektor infrastruktur. Hasil dari investasi diperuntukan bagi kepentingan jamaah haji.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, pemanfaatan dana harus mengedepankan prinsip prudent atau hati-hati. Pasalnya, dana itu bukan milik pemerintah melainkan umat.
DUDY SYA’BANI TAKDIR