Jakarta, Ahad.co.id- Pandemi Covid-19 menyisakan banyak cerita pedih dan pelajaran yang berarti. Pemutusan hubungan kerja besar-besaran, roda ekonomi yang seolah berhenti berputar dan setumpuk persoalan kesehatan. Semua terdampak, termasuk salah satunya Elsye Meirisya, pemilik usaha fesyen muslim Muslimadani.
Saat pemerintah mengumumkan berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjelang Ramadhan tahun, ia hanya bisa pasrah. Saat itu masyarakat harus bekerja, beribadah, dan belajar dari rumah.
Efeknya, semua toko yang tak terkait dengan kebutuhan sehari-hari harus tutup. Termasuk toko busana di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Muslimadani kebetulan menjual produk-produknya secara grosir kepada masyarakat di Pasar Tanah Abang Blok A Los C 7-8.
Padahal, tahun-tahun sebelumnya dalam momentum Ramadhan dan Idulfitri, Muslimadani bisa meraup omzet miliaran rupiah.
“Baju koko itu keluar setahun sekali. Kita sudah produksi selama satu tahun, waktu mau jualan malah �lockdown’, jadi barang masih pada tempatnya (di gudang, red),” ungkap Elsye saat berbincang dengan media, di Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Industri fesyen Muslim merupakan salah satu bidang industri yang turut terdampak adanya pandemi Covid-19. Tahun lalu, saat awal pandemi, pelaku industri fesyen malah banyak yang beralih memproduksi masker. Hal itu dilakukan supaya mereka bisa bertahan hidup di tengah pandemi.
Hal yang sama juga dilakukan Muslimadani. Untuk bertahan, Elsye mengaku membuka usaha penjualan makanan dan minuman melalui Madani Golden Food di Jl RS Mekarsari, Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Bukan hanya itu, Elsye akhirnya juga ikut jualan skincare, dan mendirikan lembaga pelatihan.
Dimulai dari Jasa Bordir Komputer
Elsye mendirikan Muslimadani dengan produk busana muslim sejak lima belas tahun lalu. Semuanya berawal dari jasa bordir komputer dengan menggunakan mesin dari China. Saat itu ia memiliki 10 orang pekerja.
Setelah usaha bordir komputer tidak lagi menjanjikan, maka ia banting setir. Melihat potensi pasar yang bagus, Muslimadani memproduksi busana-busana Muslim sendiri dengan ciri khas full bordir. Seiring berjalannya waktu karyawannya bertambah menjadi sekitar 100 orang, termasuk tukang jahit. “Tapi sekarang tinggal 50 orang,” kata dia.
Sebagai pendatang baru, Elsye mengakui saat itu sudah banyak jenama-jenama lain yang sudah beredar dan dikenal masyarakat. Bahkan baju muslim dengan bordiran pun sudah banyak.
“Tapi yang klasik, batik bordiran belum ada. Nah. kita buat satu baju itu full bordir. Sekarang zaman berubah, bordirnya lebih simpel,” kata Elsye.
Muslimadani fokus menyasar pangsa pasar anak muda. Walaupun untuk dewasa juga masih bisa menggunakan produk Muslimadani. Demikian pula dengan anak-anak dan perempuan, Mulimadani juga memiliki produk untuk segmen tersebut.
Kini, Muslimadani juga mengeluarkan jenama baru, Emier, dengan tetap mempertahankan ciri khas bordiran. Beda dengan produk-produk sebelumnya, bordiran pada produk Emier lebih simpel.
Omzet Turun
Meski penjualan secara offline di Pasar Tanah Abang sudah dibuka kembali, Elsye mengakui hal itu tidak serta merta menjadi normal sebagaimana sebelum pandemi. Meski mulai bangkit, ia mengaku omzetnya saat ini turun hingga 70 persen.
Jika dalam kondisi normal, Elsye mengaku dapat meraih omzet lima miliar rupiah dalam momentum Ramadhan dan Idulfitri. Tapi saat ini separuhnya saja belum dapat.
“Pasar Tanah Abang mulai ramai, tapi tak seperti dahulu. Sebelum pandemi kita bisa jualan banyak, sekarang sedikit-sedikit,” kata dia.
Elsye sadar, terjun ke dunia digital merupakan sebuah keharusan di era saat ini. Sebab jika tidak, pelaku usaha fesyen muslim akan tertinggal dan sulit untuk bisa bersaing.
Karena itu, ia pun menggunakan tenaga-tenaga muda untuk melakukan pemasaran dan penjualan secara online. Dengan menggunakan beragam platform, seperti toko daring, dan media sosial seperti Facebook dan Instagram.
“Onlineshop kita kembangkan dengan pemasaran menggunakan media sosial,” akunya.
Selain itu, Muslimadani juga mengajak masyarakat untuk menjadi reseller dengan cara yang mudah dan praktis. Ia menargetkan memiliki seribu reseller di seluruh Indonesia. “Hanya dengan modal tiga pcs baju, sudah bisa jadi reseller,” kata Elsye.
Kepada pemerintah, Elsye berharap agar dapat memfasilitasi penjualan produk-produk busana muslim dengan mengadakan berbagai bazar.
Elsye mengakui, untuk di Bekasi ia mengaku telah mendapat banyak bantuan dari pemerintah. Hal ini terkait dengan usaha baru Muslimadani di bidang makanan dan minuman.
“Sebagai UMKM kita mendapat bantuan dari Dinkes, sertifikasi halal gratis dan jaringan pasar seputar Bekasi,” ungkapnya.
Untuk produk baju muslimnya, Elsye mengakui, di Bekasi produknya secara umum sudah dikenal masyarakat. “Alhamdulillah sudah banyak juga yang menjadi reseller,” pungkasnya.