Bogor, Ahad.co.id- Implementasi transaksi non-tunai pada pemerintahan merupakan salah satu wujud dalam mencapai akuntabilitas transparansi dalam tata kelola pemerintah yang baik. Transaksi non-tunai juga merupakan langkah yang paling efektif untuk mengurangi adanya kecurangan. Bahkan implementasi transaksi non-tunai sudah banyak diimplementasikan di beberapa negara maju dan berkembang dalam mengurangi adanya praktik money laundry.
Pemerintah sendiri pada 2016 sudah menerbitkan kebijakan tentang transaksi non-tunai melalui Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Dengan adanya transaksi non-tunai diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah untuk kemudian dapat mengurangi praktik korupsi pada tahap realisasi anggaran pembangunan dan pengadaan barang dan jasa.
Mengimplementasikan arahan presiden terkait transaksi non tunai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri sejak 2019 lalu telah membuat Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan tata kelola administrasi pengadaan barang/jasa di satuan pendidikan secara non tunai.
Dengan SIPLah proses pengadaan barang dan jasa untuk Sekolah mulai saat ini sudah berjalan secara daring.
Mengomentari hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama – Kemenko PMK, Prof.Dr.H.R. Agus Sartono, MBA menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan Kemdikbud dengan membuat Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) sejak 2019 sudah sejalan dengan kebijakan pemerintah dengan berusaha mengimplementasikan transaksi non tunai.
“Implementasi dari sistem yang baik ini dapat menjangkau dan digunakan oleh pelaku ekonomi menengah ke bawah yang mana sebagian besar dari mereka masih belum melek literasi digital,” ujar Agus dalam gelar wicara Sinergi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Satuan Pendidikan beberapa waktu lalu melalui teleconference.
Menurut Agus, Kemendikbud melaporkan jika SIPLah telah disempurnakan sesuai kebutuhan pengadaan barang/jasa di satuan pendidikan, yaitu dengan: Perluasan Pengguna, Perluasan Sumber Dana, Menghilangkan Batasan Nilai Transaksi, Penyederhanaan Proses, dan Memberikan Akses Bagi UMKM untuk Memasarkan Usahanya Di Bidang Pendidikan.
Untuk itu, kementerian/Lembaga teknis harus memberikan sosialisasi yang lebih masif kepada satuan pendidikan dan pelaku usaha ekonomi yang ada di daerah supaya SIPLah benar-benar menjadi sistem yang mempermudah transaksi pengadaan barang/jasa oleh satuan pendidikan dan dapat memberikan keuntungan pada pelaku usaha yang ada di sekitar satuan pendidikan tersebut.
Terkait UMKM dalam transaksi non tunai ini, Agus menambahkan bahwa mereka perlu mendapatkan sentuhan khusus supaya bisa meningkatkan daya saing mereka dengan memberikan informasi mengenai literasi digital, dan lebih jauh lagi diarahkan pada pengadaan digital (digital procurement).[]