Beranda Berita Libya Desak Prancis Minta Maaf Kepada Umat Islam

Libya Desak Prancis Minta Maaf Kepada Umat Islam

BERBAGI

Tropoli, Ahad.co.id- Dalam sebuah pernyataan kepada Arabi21, Selasa (27/10/2020) kementerian luar negeri Libya meminta Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk meminta maaf kepada Muslim di seluruh dunia.

Kementerian luar negeri Libya mengecam keras pernyataan kontroversial Macron baru-baru ini tentang Islam yang sangat ofensif dan menghina Nabi Muhammad.

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara kementerian luar negeri Libya, Ahmed Al-Qeblawi mengatakan komentar Macron dirancang untuk memicu kebencian demi keuntungan politik dan memintanya untuk meminta maaf kepada dunia Islam.

Pernyataan tersebut menolak klaim bahwa komentar Macron dilindungi oleh hak kebebasan berbicara, mencatat bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa pada 2018 menyatakan bahwa menghina Nabi tidak dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Ia meminta presiden Prancis untuk menahan diri dari pernyataan provokatif lebih lanjut dan mendesaknya untuk mengeluarkan pernyataan kepada lebih dari satu miliar Muslim, termasuk jutaan Muslim Prancis.

Prancis menganggap satir religius berada di bawah kebebasan berekspresi, sementara banyak Muslim menganggap serangan apa pun terhadap nabi mereka dianggap sebagai pelanggaran berat.

Baca juga :   Jelang Pelantikan, Ini Tujuh PR Anies Sandi dalam Bidang HAM

Pada 16 Oktober, seorang anak berusia 18 tahun asal Chechnya memenggal kepala seorang guru yang telah memperlihatkan karikatur Muhammad di kelas.

Saat memuji guru itu Macron mengatakan Prancis tidak akan melepaskan kebebasannya. Pembunuhan mengerikan terhadap seoramg guru, yang sedang diselidiki sebagai tindakan atau terorisme, terjadi ketika pemerintah Prancis menyusun undang-undang yang direncanakan untuk melawan “separatisme�, terutama kaum radikal yang diklaim Macron telah menciptakan masyarakat paralel yang melawan nilai-nilai Prancis.

Seruan untuk memboikot barang-barang Prancis juga datang dari kelompok-kelompok di Yordania, Kuwait dan Qatar.

Di Arab Saudi, ekonomi terbesar di dunia Arab, tagar yang menyerukan boikot pengecer supermarket Prancis Carrefour menjadi trending dua.

Kementerian luar negeri Prancis juga mendesak negara-negara di mana seruan boikot telah dilakukan untuk menghentikan mereka dan memastikan keamanan warga Prancis.

“Seruan untuk boikot tidak berdasar dan harus segera dihentikan, seperti halnya semua serangan terhadap negara kami yang telah dimanipulasi oleh minoritas radikal,� bunyi pernyataan kementerian. (Hasbi)