Jakarta, Ahad.co.id- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, tidak ada bukti bahwa orang-orang yang telah sembuh dari virus corona atau COVID-19 dan memiliki antibodi terlindungi dari infeksi kedua.
Dalam sebuah ringkasan ilmiah yang diterbitkan pada Sabtu, 25 April 2020, badan PBB itu memperingatkan negara-negara yang mengeluarkan ‘paspor kekebalan’ dan ‘sertifikat bebas risiko’ yang memungkinkan orang untuk kembali bekerja atau bepergian, dengan mengandalkan bukti bahwa mereka tidak akan terinfeksi lagi setelah sembuh dari virus corona.
WHO melaporkan, mengandalkan antibodi pada masa pandemi ini dapat meningkatkan risiko penyebaran virus. WHO juga mengklaim, tes antibodi belum terbukti sebagai langkah selanjutnya yang dapat diandalkan, karena negara-negara akan kembali membuka wilayahnya setelah karantina dan melakukan upaya mitigasi lainnya.
“Orang yang berasumsi bahwa mereka kebal terhadap infeksi kedua karena mereka telah menerima hasil tes positif dapat mengabaikan saran kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, penggunaan sertifikat tersebut dapat meningkatkan risiko penularan yang berkelanjutan,” tulisan laporan tersebut, dilansir dari laman Independent, Ahad (26/4/2020).
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa orang yang pulih dari COVID-19 memang memiliki antibodi, tetapi WHO bersikeras mengatakan bahwa rendahnya tingkat antibodi penetralisir dalam darah dalam kasus-kasus itu tidak cukup untuk menjamin kekebalan dari penyakit.
Laporan tersebut mengikuti pengumuman Chile bahwa mereka akan mulai mengeluarkan kartu kekebalan yang berfungsi sebagai paspor di negara tersebut, yang memberi mereka izin saat berada di bandara dan memberikan izin lainnya.
Pemerintah AS, Perancis, dan Inggris, telah menerapkan konsep serupa, yang menganggap bahwa seseorang dapat tertular virus hanya sekali sebelum mengembangkan antibodi untuk menangkal infeksi lain.
“Tidak ada penelitian yang mengevaluasi apakah keberadaan antibodi (untuk COVID-19) memberi kekebalan terhadap infeksi selanjutnya oleh virus ini pada manusia,” kata WHO.
WHO memang mendukung pengujian antibodi pada tingkat populasi atau dalam kelompok tertentu, seperti petugas kesehatan, kontak dekat kasus yang diketahui, atau di dalam rumah tangga, karena mereka kritis untuk memahami tingkat dan faktor risiko yang terkait dengan infeksi.
Tetapi sebagian besar studi tersebut tidak dirancang untuk menentukan apakah orang-orang yang telah sembuh dari virus corona menjadi kebal terhadap infeksi sekunder. (Hasbi)