Beranda Berita Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, Trump Kehilangan Rasa Kemanusiaan

Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, Trump Kehilangan Rasa Kemanusiaan

BERBAGI
Kota lama Al Quds/Ist

Jakarta, AHAD.CO.ID- Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM UHAMKA, Dr. Maneger Nasution menegaskan, Presiden AS Donal Trump kembali memperlihatkan watak aslinya, pemimpin yang kehilangan sensitivitas kemanusiaan.

“Kali ini ia menyampaikan dukungan secara terbuka terhadap pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Trump merasa serba bisa, tapi tidak bisa merasa,” kata Maneger di Jakarta, Kamis (7/12).

Bahkan dengan pongah, lanjut Meneger, Trump akan mendahuluinya dengan pemindahan Markas Dubesnya dari Tel Aviv ke Yerussalem. “Dunia kemanusian tentu menyayangkan dukungan Presiden AS itu terhadap pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem,” katanya.

Dukungan Trump terhadap pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem sangat kontrproduktif dalam penyelesaian konflik Palestina. Selain bertentangan dengan resolusi internasional, juga menimbulkan ketegangan di Timur Tengah. Memindahkan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem semakin meningkatkan konflik dan ketegangan yang berkepanjangan di Timur Tengah.

“Donald Trump kehilangan fokus dan disorientasi. Persoalan utamanya adalah soal hak atas kemerdekaan Palestina. Sejatinya fokusnya mendukung kemerdekaan Palestina. Kalau Palestina sudah merdeka, ia secara setara bisa berunding dengan Israel,” jelasnya.

Lebih lanjut Maneger menjelaskan, Donald Trump ahistoris soal Yerussalem. Yerusalem merupakan salah satu episentrum perjuangan bangsa Palestina. Di Yerusalem, ada Al Quds tempat suci bagi umat Islam.

Baca juga :   Tahun 2024 Biofarma Targetkan Produksi Vaksin Halal

Keinginan Trump merelokasi kedutaan besar Amerika bersamaan dengan rencana menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel memang merupakan salah satu janji kampanye Trump saat pemilihan presiden. Tapi ironisnya kebijakan luar negeri Amerika ini secara faktual sangat merugikan dan tidak mempertimbangkan kepentingan Palestina.

Menurut Maneger, ada sejumlah alasan mengapa Yerusalem tidak bisa dijadikan ibu kota Israel. Pertama resolusi yang dikeluarkan oleh Komite Warisan Budaya Organisasi Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) yang memutuskan hilangnya kedaulatan Israel atas Kota Al-Quds (Yerusalem).

“Kedua bagi umat Islam, keberadaan Yerusalem memiliki sejarah panjang dalam proses perjuangan melawan Israel,” jelasnya.

Untuk itu Maneger meminta Pemerintah Indonesia memprotes keras kenekatan Trump dan mengambil inisiatif yang lebih proaktif merespon isu ini.

“Misalnya dengan mendesak Dewan Keamanan PBB, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Liga Arab untuk segera menggelar rapat untuk membahas situasi politik terkini di Yerusalem,” ujarnya.

Selain itu, dunia internasional juga harus mendorong dan mendukung rakyat Amerika untuk memprotes ambisi dan kebijakan Presidennya, Donald Trump.

“Karena keputusan itu tidak strategis dan akan semakin memperburuk serta menyulitkan posisi Amerika di mata komunitas internasional,” pungkas Maneger.

DUDY S.TAKDIR