Jakarta, AHAD.CO.ID- Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, M. Din Syamsuddin menegaskan Reuni Aksi Bela Islam 212 dilindungi konstitusi, tidak boleh dilarang.
Menurutnya, setiap dan semua orang atau kelompok mempunyai hak konstitusional dan kebebasan untuk mengekpresikan pendapatnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk melalui demonstrasi atau peringatan demonstrasi.
“Kelompok pendukung Aksi 212 juga mempunyai hak untuk mengaktualisasikan diri. Dan oleh karena itu, gerakan mereka untuk mengadakan Reuni Aksi 212 adalah absah di alam demokrasi selama tidak menggunakan kekerasan,” kata Din dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/11).
Kendati demikian, Din sendiri mengaku tidak akan ikut Reuni 212, dikarenakan ia bukan termasuk alumni Aksi Bela Islam 212 pada 2016 lalu. “Saya tidak ikut Reuni tersebut karena saya bukan alumni,”ujarnya
Selain itu, din mengaku memiliki pemahaman dan pendekatan tersendiri dalam menanggulangi permasalahan umat Islam serta dalam beramar makruf nahyi munkar.
“Dalam pandangan saya, izzul Islam wal Muslimin di Indonesia perlu dicapai melalui perjuangan strategis mengembangkan infrastruktur kebudayaan umat Islam. Maka diperlukan karya-karya nyata dalam meningkatkan mutu kehidupan umat Islam dalam berbagai bidang,”jelasnya.
Maka oleh karena itu, lanjutnya, perlu ada langkah strategis yang lebih menekankan praxisme keagamaan dari pada menampilkan mob populisme keagamaan. Karena, katanya lagi, masalah yang dihadapi umat Islam di Indonesia adalah masih adanya kelemahan infrastruktur kebudayaan dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, informasi.
Maka, perjuangan yang relevan saat ini adalah mengatasi permasalahan tersebut. Semua sumber daya sebaiknya diarahkan untuk memperbaiki aspek-aspek kebudayaan tadi.
“Oleh karena itu, saya menyarankankan untuk mengubah strategi dari al-jihad lil mua’radhah (perjuangan melawan/struggle against) ke al-jihad lil muwajahah (perjuangan menghadapi/struggle for),”katanya.
“Inilah yang saya maksud perjuangan umat Islam lebih baik mengambil bentuk orientasi praksisme (karya-karya kebudayaan) dari pada orientasi populisme (kerja-kerja kerumunan),”lanjutnya mengakhiri.
DANIEL AMRULLAH