Jenewa, AHAD.CO.ID- Wabah kolera di Yaman telah merenggut nyawa 1.170 orang. Kasus kolera di negara itu juga terus meningkat hingga 2.000 per hari. Demikian rilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Selasa (20/6).
Juru bicara WHO Tarik Jasarevic mengatakan WHO mengaku kesulitan mengatasi wabah koleran di Yaman karena kehancuran akibat perang saudara yang sangat mengerikan. “Jumlah kasus yang dicurigai kolera meningkat,” kata Jasarevic kepada awak media di markas WHO, Jenewa, Swiss.
Dengan angka kasus hingga 2.000 per hari, Yaman saat ini menghadapi wabah kolera terbesar di dunia.
Menurut Jasarevic, sejak WHO mulai mengumpulkan data tentang kolera pada 27 April, mereka mencatat lebih dari 170.000 kasus yang dicurigai kolera di 20 dari 21 provinsi di Yaman.
WHO juga memperingatkan seperempat dari satu juta orang bisa jatuh sakit karena kolera pada akhir tahun ini di Sana’a. Sekarang dua pertiga penduduk sudah berada di ambang kelaparan.
Kolera merupakan infeksi bakteri dengan tingkat penularan tinggi yang menyebar melalui air atau makanan terkontaminasi. Sebenarnya penyakit itu bisa ditangani dengan mudah, namun penanganan sulit dilakukan di Yaman yang sedang tercabik konflik.
Dua tahun perang saudara antara pasukan pemerintah yang didukung koalisi Arab pimpinan Arab Saudi dan pemberontak Houthi telah menewaskan 8.000 orang lebih dan melukai 45.000 lainnya.
Perang itu juga menghancurkan infrastruktur negara itu, menyebabkan lebih dari separuh fasilitas medis di Yaman tidak bisa lagi berfungsi.
“Sulit dalam situasi di mana satu negara yang sistem kesehatannya sudah runtuh,” kata Jasarevic saat ditanya upaya WHO penanganan wabah kolera.
Dia menambahkan, sebetulnya WHO dan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya serta organisasi-organisasi bantuan sudah berusaha meningkatkan usaha mereka.
WHO sejauh ini sudah menyediakan lebih dari 220.000 kantung cairan intravena, membangun 144 pusat penanganan diare dan 206 pojok terapi rehidrasi, serta menyediakan hampir 2.000 tempat tidur untuk perawatan pasien kolera.
Para pekerja kesehatan Yaman juga tidak menerima gaji selama berbulan-bulan. Karena itu WHO dan UNICEF mulai memberikan insentif kepada sejumlah dokter dan perawat untuk menghalangi mereka meminta bayaran dari pasien-pasien yang tidak mampu membayarnya.
AFP | DUDY SYA’BANI TAKDIR