Oleh Asyari Usman
AHAD.CO.ID- Setelah agak lama menghilang di media massa dan media sosial, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) kembali hadir dengan gagasan yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi serba sulit. Pilihan menjadi berat karena Pak LBP mengusulkan agar Menteri Kelautan dan Perukanan Susu Pudjiastusi (SP) menghentikan penenggelaman kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di perairan NKRI.
Kedua menteri ini melakukan “open war” (perang terbukan) di ruang publik. Padahal, gagasan Pak LBP itu disampaikan di rapat koordinasi yang beliau pimpin.
Alasan Pak LBP agar penenggelaman kapal asing dihentikan, cukup kuat. Tetapi, alasan Bu SP untuk terus memusnahkan kapal maling ikan, lebih kuat lagi. Pak Menko mengatakan, kapal-kapal pencuri ikan itu lebih baik dihibahkan kepada nelayan Indonesia untuk meningkatkan produksi mereka. Sedangkan Menteri Susi menegaskan bahwa penenggelaman adalah amanat UU Nomor 45/2009. Dengan lantang, Bu Menteri menyekak Pak LBP dengan mengatakan bahwa penenggelaman kapal maling ikan bukanlah keinginan pribadi beliau.
Adu argumentasi secara terbuka itu disusul oleh perang opini di media sosial. Bu SP menang telak. Misalnya, ketika salah satu media online rujukan dan pro-Jokowi membuat “quick polling” (jajak pendapat dadakan) dengan pertanyaan “setuju” atau “tidak setuju” terhadap usul Pak LBP, hampir 90% responden mendukung Bu SP. Hanya 7% yang sependapat dengan Pak LBP.
Masyarakat mempertanyakan motif Pak LBP. Sebaliknya, akun Twitter Bu SP dibanjiri dukungan agar tindakan penenggelaman kapal maling ikan dilanjutkan. Bahkan banyak yang bercanda agar Pak LBP juga “ditenggelamkan”.
Sekarang, “bentrokan” antara Pak LBP dan Bu Susi itu serius atau tidak?
Bagi saya, sangat serius! Sebab, ini menyangkut kredibilitas kedua menteri. Pak LBP adalah menteri senior yang sangat diperlukan dan diandalkan oleh Presiden Jokowi. Begitu juga Bu Susi. Beliau ini adalah “straight forward minister” (menteri garis lurus) yang bisa “get things done”. Bisa bekerja, bukan sekadar cuap-cuap. Para maling ikan sudah paham siapa Bu SP.
Jadi, Pak Jokowi menghadapi dilema yang sangat sulit. Mempertahankan Pak LBP atau Bu SP. Yang benar, keduanya harus dipertahankan. Tetapi yang terbaik, mereka harus “dipisah”. Kedua menteri penting ini sudah terlanjur “singsing lengan baju”.
Ada perbedaan besar beban psikologis kedua menteri. Bagi Pak LBP, beliau tidak boleh kalah atau mengalah. Pak LBP akan kehilangan otoritas (wibawa) kalau Bu SP terus menenggelamkan kapal maling. Dan sejauh ini, Menteri Susi tidak ingin mengkompromikan sikap tegasnya terhadap pencuri isi laut NKRI. Artinya, Bu Menteri tidak akan mau dipaksa mengikuti anjuran Pak LBP.
Bu SP ada pada posisi “nothing to lose”. Mau dipertahankan OK, mau dikeluarkan juga OK. Sebab, Pak Jokowi yang memerlukan Bu SP.
Tampaknya, pengaruh Pak LBP terhadap Presiden pasti jauh lebih besar dibandingkan Bu SP. Tambahan lagi Wapres Jusuf Kalla, tumben, sependapat dengan Pak LBP. Karena itu, ada kemungkinan kita akan menyaksikan perombakan kabinet dalam waktu tak terlalu lama sebagai “face saving formula” (formula selamatkan muka) untuk Pak LBP.
Sudah pasti mengganti Bu Susi jauh lebih mudah ketimbang mencari orang yang bisa sehebat Pak LBP. Yang menjadi masalah adalah, mengganti Bu Susi tidak akan berhenti sampai di situ.
Sebab, Bu SP memiliki “basis politik online” yang sangat kuat. Cara kerja beliau disenangi publik, dan beliau bisa menjadi “vote getter” yang diperlukan oleh Pak Jokowi. Sebaliknya, Pak LBP lebih cenderung berperan sebagai “vote repeller” (kebalikan dari “vote getter”).
Tentu saja semuanya terpulang kepada Pak Presiden!
(Penulis adalah wartawan senior)