Beranda Berita Batasi Kelahiran, China Paksa Muslimah Uighur Pasang Alat Kontrasepsi

Batasi Kelahiran, China Paksa Muslimah Uighur Pasang Alat Kontrasepsi

BERBAGI

Jakarta, Ahad.co.id- Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang kembali mendapat perlakuan diskriminatif. Mereka dipaksa memasang alat kontrasepsi sebagai upaya membatasi populasi Muslim Uighur.

Hal tersebut terungkap dalam laporan yang dirilis peneliti Adrian Zenz. Dalam laporan tersebut, dia menyerukan dunia internasional dan PBB melakukan penyelidikan.

“Perempuan Uighur dan etnis minoritas lainnya diancam akan ditahan di kamp karena menolak mengaborsi kehamilan yang melebihi kuota kelahiran,” tulis laporan itu dikutip dari BBC, Selasa (30/06/2020).

Lebih lanjut laporan itu menulis, pertumbuhan populasi alami di Xinjiang telah menurun secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, dengan tingkat pertumbuhan pada dua wilayah Uighur terbesar anjlok 84% antara 2015 dan 2018 dan semakin menurun pada 2019.

“Penurunan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, ada kezaliman di sana,” kata Zenz kepada kantor berita Associated Press. “Ini adalah bagian kampanye kontrol yang lebih luas untuk menaklukkan orang-orang Uighur.”

Baca juga :   Rumah Zakat Berikan Layanan Medis Bagi Peserta Aksi di Palestina

Dia juga mengatakan perempuan yang memiliki kurang dari dua anak – sesuai aturan hukum – dipasangi alat kontrasepsi dalam rahimnya tanpa disadari oleh yang bersangkutan, sementara lainnya dipaksa menerima operasi sterilisasi.

“Sejak razia dengan kekerasan yang dimulai akhir 2016 telah mengubah Xinjiang menjadi sebuah negara polisi yang kejam, laporan-laporan saksi mata tentang campur tangan negara terhadap kehamilan telah menyebar kemana-mana,” ungkap laporan itu.

Eks tahanan di kamp-kamp interniran di Xinjiang mengatakan mereka diberi suntikan yang menghentikan menstruasi mereka, atau menyebabkan pendarahan yang tidak lazim akibat efek obat-obatan keluarga berencana (KB).

“Secara keseluruhan, kemungkinan pihak berwenang Xinjiang terlibat dalam sterilisasi massal terhadap perempuan yang memiliki tiga anak atau lebih,” kata laporan itu. (Daniel)