Ahad.co.id- Setelah terpilihnya Thomas Kemmerich dari Partai Free Democratic Party of Germany (FDP) sebagai Ministerpräsident atau perdana menteri negara bagian Thuringen atau Thuringia pada tanggal 5 Februari, gelombang protes berdatangan silih berganti dari berbagai kota.
Diberitakan di setiap media lokal, setidaknya hampir semua pedukung anti-sayap kanan di setiap kota besar seperti Berlin, Hannover, dan Erfurt, juga Braunschweig melancarkan protes pasca terpilihnya Kemmerich. Pasalnya, kelompok sayap kanan sejak 100 tahun lalu, tidak pernah tercatat memegang jabatan sebagai perdana menteri di negara bagian Thuringen, yang dulu merupakan bagian dari Jerman Timur sebelum runtuhmya tembok Berlin tahun 1989.
Gelombang ke-Timuran ini pun semakin kencang, dipicu perolehan suara Alternative für Deutschland (AfD) mendapat posisi kedua terbesar, atau 27.5% setelah Christian Democratic Union (CDU) 32.1% sebagai partai penguasa pada tahun 2019 untuk kursi parlemen di bagian negara Saxony (eks Jerman Timur). AFD sebagai partai yang berhaluan searah dengan FPD dan Nationaldemokratische Partei Deutschlands (NPD) membawa semangat kebangkitan Jerman era PD II.
Hal ini pun memicu protes sebagian besar penduduk Jerman, yang menentang rasisme yang dibawa kelompok sayap kanan.
Pendukung sayap kanan AFD yang tergabung dalam Patriotic Europeans Against the Islamisation of the Occident (PEGIDA) semakin bergeliat melancarkan aksi demonstrasinya di Dresden, Ibukota negara bagian Sachsen. Aksi yang rutin diadakan setiap Senin sore ini, seakan mendapatkan angin segar dengan kemenangan AfD di Parlement.
Di sisi lain, di negara bagian Niedersachsen yang berbatasan langsung dengan wilayah eks-Jerman timur dengan ibu kota Hannover, pertama kali dalam sejarah dipimpin oleh walikota muslim berketurunan Turki, Belit Onay. Dari hasil pemilihan walikota November 2019, Onay mendapat perolehan suara telak atau 52,9% yang diusung dari Partai Die Grünen (Green, sayap kiri) dari pesaingnya Dr. Eckhard Scholz yang diusung CDU seperti dilansir Hannover.de (14.11.2019).
Bagi muslim yang bertempat tinggal di wilayah Hannover sekitarnya, kehadiran walikota muslim tentunya akan membawa angin perubahan dengan terlebih jaminan kebebasan warga muslim untuk bebas menjalankan peribadatan di bagian Niedersachsen.
Tidak terlepas kemungkinan, hal ini pun akan membawa kemungkinan adanya usaha diakuinya Islam sebagai agama resmi nasional Jerman, di luar Kristen dengan munculnya beberapa pejabat politik muslim ke depan, seiring dengan pertumbuhan anti-asing yang tumbuh di bagian eks-Jerman Timur.
Segala pergolakkan di Jerman bisa terlihat dari pernyataan Menteri dalam negeri Jerman, Seehofer, setelah insiden teror dengan meninggalnya 11 orang di Hanau pekan lalu. Seehofer menekankan bahwa ada serangkaian serangan sayap kanan di Jerman dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik Jerman era Merkel yang di kedua belah pihak kiri maupun kanan yang semakin memperlihatkan pertumbuhannya.
Jerman sebagai negara multikultural dan multiras tentu amat diuntungkan dengan kehadiran imigran atau pendatang dari berbagai negara untuk berbagai macam latar belakang.
Di bidang teknologi dan riset, tidak sedikit ilmuwan Asing yang memberikan banyak kemajuan untuk Jerman. Tercatat salah satunya ilmuwan asal Indonesia seperti Dr.-Ing. B.J. Habibie, yang memberikan sumbangsih besar untuk Jerman.
Namun, 30 tahun masuknya Jerman Timur ke dalam bagian negara Federasi Jerman terasa belum membawa sebagian besar tingkat pemahaman penduduknya terhadap arti penting kemajemukan, terutama pada kalangan usia yang mengalami masa-masa era komunis di wilayah eks-Jerman Timur.
Kiriman Qurrotaayun Rumaisha, Pelajar Indonesia di Jerman.