Beranda Berita Kasus Nisan Salib, Tokoh Kristen: Hargai Kearifan Lokal dalam Selesaikan Masalah

Kasus Nisan Salib, Tokoh Kristen: Hargai Kearifan Lokal dalam Selesaikan Masalah

BERBAGI

Jakarta, Ahad.co.id – Tokoh Kristen Pendeta Jonathan Victor Rembeth menilai kasus pemotongan nisan tanda salib di Kotagede, Yogya, Senin, 17 Desember 2018, menjadi kisruh karena disinformasi yang meluas di media sosial.

Diketahui, nisan salib makam warga Katolik, Albertus Slamet Sugihardi yang berada di komplek pemakaman umum Jambon Kotagede dipotong bagian atasnya setelah bermusyawarah dengan warga kampung. Alasannya warga hendak menjadikan komplek itu jadi pemakaman muslim dan bisa memicu konflik pada warga yang mayoritas muslim.

“Kasus Jogja awalnya warga setempat sepakat, tetapi ada disinformasi meluas, kemudian disinformasi itu berkembang, akhirnya yang terlibat orang-orang di luar kampung itu,” kata Victor kepada media, di sela Diskusi Publik ‘Politik Identitas dan Intoleransi di Wilayah Muslim sebagai Minoritas’ di Cikini, Jakarta, Kamis (20/12/2018).

Padahal, lanjut Victor, kekerabatan di kampung tersebut sudah berlangsung baik. Akan tetapi, ketika disinformasi itu meluas, lalu dijadikan isu bahwa praktek itu tidak baik, sehingga terjadi benturan. Victor meminta masyarakat memahami bahwa rembug warga setempat adalah solusi terbaik bagi lingkungannya sendiri.

Baca juga :   Mengaku Bersalah, Pelaku Penembakan di Christchurch Didakwa Penjara Seumur Hidup

“Ada orang-orang yang harus tahu bahwa keputusan orang setempat itu sudah baik,”ujarnya.

Victor mengingatkan bahwa ketika orang luar masuk ke dalam warga setempat, sebetulnya tidak lagi menghargai kearifan lokal.

“Kan orang-orang ini (warga setempat, red) yang tahu siapa yang dikubur, orang luar saja hanya mengatakan itu (persoalan, red) identitas. Orang setempat yang tahu sebenarnya orang ini layak atau tidak. Jadi ini karena adanya disinformasi,”terangnya.

Berdasarkan informasi yang ia ketahui, warga sekitar sudah menerima dengan berbagai syaratnya. Tapi ketika isunya dibesarkan melalui media sosial orang luar akhirnya terlibat. Kemungkinan, imbuh dia, sebagain besar warga setempat menerima keputusan musyawarah. Namun, sebagian kecil menolak, mereka yang menolak bisa jadi menyebarkan isu di dunia maya hingga menarik keterlibatan orang luar.

“Saya lihat media sosial bukan cara yang baik untuk menyebarkan informasi, tapi cara yang buruk untuk memperburuk masalah,” tandasnya.

Bilal