Oleh Haikal Hassan
AHAD.CO.ID- Lebih dari 7 juta orang berkumpul. Siap menerima apapun perintah sang Pemimpin Umat. Microphone di tangan beliau. Apapun yang beliau katakan, akan jadi gerak langkah bersama. Semua menanti perintah beliau, kapankah komando teriakan : Serbu, Serang, Bakar, Tangkap ?
Namun tak ada ucapan itu keluar. Padahal 7 juta orang sedang bersiap menunggu komando. Di situlah fakta tak terbantahkan. Beliau sangat cinta NKRI. Beliau lebih cinta perdamaian. Beliau adalah Dr. Habib Muhammad Rizieq bin Hussein Shihab, Lc., M.A., DPMSS atau yang lebih akrab disapa Habib Rizieq.
Persis setahun yang lalu, peristiwa yang sebenarnya menggegerkan dunia terjadi di Jakarta. Adalah benar saat mic diserahkan kepada Habib Rizieq dari sebelumnya Ust.KH. Bachtiar Nasir, saya yang tepat berada di samping kiri belakang beliau berdebar-debar bersama teman yang lain. Apa yang akan terjadi?
Andai perintah Serbu, Serang, Bakar, Tangkap, keluar dapat dipastikan terjadi kekacauan yang hebat. Bahkan mungkin terjadi chaos dan pergantian kepemimpinan. Namun tujuan kami semua bukan itu. Kami hanya menuntut keadilan. Kami tak rela AlQuran dihina, apalagi oleh pejabat publik.
Jiwa pejuang dan cinta NKRI mengalir dari ayah beliau. Adda’i Ilallah Al ‘Allamah Al Mujahid, Sayyid Hussein Syihab Alm. yg mendirikan Pandu Arab Indonesia (PAI) thn 1937. Yang kemudian menjadi Pandu Islam Indonesia, PII. Ayah saya (Alm.Syaikh Hassan Umar Baaras) pun menjadi anggotanya dan sempat menjadi duta ke singapura.
Sayyid Hussein pernah menjadi tawanan Belanda dan tertembak namun diselamatkan oleh Sang Penjaga Islam Karawang Bekasi, KH. Noer Ali. Jadi perjuangan dalam membela NKRI bukan barang baru baginya. Pun demikian perjuangan membela Islam sudah mendarah daging. Itulah yang kemudian melahirkan FPI.
Kini, beliau tak ada disamping kita. Kerinduan membuncah di setiap dada pejuang. Tak tertahankan.
Beliau bukan mau diadili, tapi dihabisi. Berbagai tuduhan berlapis disiapkan utk menghentikan derap langkah perjuangannya.
Kepergiannya dari Indonesia, bukan karena takut atau menghindar. Tak ada kamusnya dalam diri beliau.
Itulah strategi. Hal yang sama diajarkan oleh Ibrahim AS dengan Namrudz di mana hijrah ke Hebron jadi pilihan. Pun terjadi pada Musa AS dengan Firaun di mana hijrah keluar Mesir jadi pilihan. Pun terjadi pada Nabi Muhammad SAW dengan memilih hijrah ke Madinah.
Pembunuhan karakter telah terjadi, namun hasilnya malah kemuliaan yang menjulang. Kriminalisasi pun telah dijalankan, namun justru semakin umat merindukan kehadirannya. Cercaan, hinaan, makian telah diramaikan, namun gelora simpati makin tak terbendung.
Seperti bola karet, semakin dibanting… semakin melambung tinggi tak tersentuh.
Tetaplah seperti kayu gahru, Tuan Guru… semakin digaruk semakin menebar wewangian.
Tetaplah seperti burung merak, Habibuna… semakin diganggu semakin mempesona.
Kini, di tengah kerinduan, semua menanti apa yg harus diperbuat. Masih adanya para penista agama berkeliaran bebas, disitu tanda …. PERJUANGAN BELUM USAI… TUNGGU KAMI… TAKBIR!!!