Jakarta, AHAD.CO.ID- Aktivis Forum Pancasila Banyuwangi, Tawali Datuganggas mengungkapkan pada saat era Orde Lama masa Bung Karno, disuarakan gegap gempita aliansi Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom). Namun di tingkat lokal gagasan itu tidak selalu bisa berjalan mulus.
Ketika itu, kata Tawali, di Banyuwangi NU dan PNI di satu pihak berseteru dengan PKI. Situasi semakin memanas lantaran PKI menunggangi momentum, kompetisi politik pemilihan Bupati Banyuwangi sebagai mesin konflik.
“Puncak konflik menjadi berdarah-darah. Terjadi pada pasca-G30S/PKI. Pemberontakan gagal itu diikuti pembersihan PKI di berbagai daerah. Namun di Banyuwangi PKI berani unjuk kekuatan,” kata Tawali dalam keterangan yang diterima AHAD.CO.ID, Selasa (26/9).
Mereka membantai Pemuda Ansor di Kecamatan Muncar. Tawali mengungkapkan, awalnya Pemuda Ansor Kecamatan Muncar mereka undang pengajian. PKI menyamar sebagai Pemuda Ansor kecamatan Gambiran di desa Karangasem (sekarang desa Yosomulyo). Kedatangan mereka disambut dan dijamu Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat.
Ternyata makanan dan minuman yang disuguhkan sudah dicampuri racun. Usai makan para pemuda Ansor lunglai tak berdaya. “Saat itulah mereka dibantai PKI,” ungkapnya.
Tragedi itu mencatat 93 orang Pemuda Ansor tewas. Mayatnya ditumpuk dalam lubang yang memang sudah digali sebelumnya. “Kemudian tragedi pembantaian PKI berikutnya,” jelas dia.
Pada 18 Oktober 1965 di Dusun Cemethuk, Desa Cluring, kecamatan Cluring, Banyuwangi, tercatat 62 orang Pemuda Ansor dibunuh PKI dan mayatnya dikuburkan dalam lubang-lubang yang sengaja sudah dipersiapkan. “Di lubang maut Cemethuk ini sekarang berdiri Monumen Pancasila Jaya,” ungkapnya.
Pembantaian PKI ini, membuat Tawali dan Aktivis Forum Pancasila Banyuwangi menolak lupa atas kejamnya PKI saat itu. Ia pun berharap jangan pernah masyarakat membiarkan fakta sejarah ini ikut terkubur di lubang-lubang pembantaian PKI seperti di Banyuwangi.
“Ingat-ingatlah! Agar pengorbanan nyawa ratusan syuhada Banyuwangi itu tidak sia-sia belaka. Waspada, PKI di sekitar kita bisa menunggang apapun, ternasuk demo masyarakat maupun sidang pengadilan, untuk menebar konflik dan membakar amarah warga,” ungkapnya.
DANIEL AMRULLAH