Jakarta, AHAD.CO.ID – Menjadi putra seorang khalifah besar, Umar bin Khattab r.a., tak lantas membuat Abdullah mendapatkan aneka fasilitas dan kemudahan dari ayahnya, khususnya dalam berbisnis.
Dikisahkan, Khalifah Umar mengunjungi padang rumput di Madinah, tempat unta-unta sedekah milik Baitul Maal dan unta milik warga merumput. Seluruh biaya operasional, termasuk gaji petugas di padang rumput itu ditanggung oleh Baitul Maal. Di tengah-tengah ia melihat unta, ia dikejutkan dengan keberadaan unta yang bertubuh lebih gemuk daripada unta lainnya.
Dari seorang petugas padang rumput, Umar tahu kalau unta itu milik putranya, Abdullah. Umar segera meminta petugas padang rumput untuk memanggil Abdullah. Sebentar kemudian, Abdullah tiba di hadapan Umar, dan ia langsung mendapat pertanyaan tentang unta gemuknya.
Abdullah, yang tak tahu maksud pertanyaan ayahnya, hanya menjelaskan kalau ia membeli unta dengan harga sewajarnya, dengan uang halal. Ia menggembalakan di padang rumput itu untuk dijual lagi di pasar.
Keterangan Abdullah memunculkan kekhawatiran dalam diri Umar. Ia khawatir unta itu gemuk karena mendapatkan perhatian lebih dari petugas padang rumput, sehingga tidak ada yang mengganggunya makan. Sedangkan, unta-unta lain berukuran sewajarnya karena pemiliknya bukan siapa-siapa. Umar tahu, Abdullah tidak pernah meminta fasilitas tersebut. Namun, statusnya sebagai putra khalifah tak bisa dipungkiri.
Umar merasa unta gemuk itu bukanlah hak Abdullah, karena gemuknya unta itu didapat dari perlakuan yang berbeda dari para petugas padang rumput. Semua itu didapat karena Abdullah adalah putra khalifah.
Keputusan pun diambil Sang Khalifah. Abdullah harus menjual unta itu di pasar, dan ia hanya boleh mengambil uang hasil penjualan unta itu seharga unta berukuran normal, dan sisanya harus diberikan pada Baitul Maal. Abdullah menurut.
Selama menjadi khalifah, Umar bin Khattab r.a. tak ingin keluarganya mendapatkan perlakuan berbeda, atau fasilitas berlebih. Umar juga selalu mengingatkan pada keluarganya agar tak memanfaatkan jabatannya sebagai khalifah dalam hal apapun. Sebab, Umar sadar, jabatan yang ia emban adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, dan bukan suatu kesempatan bagi keluarga untuk mendapatkan keuntungan.
Dari berbagai sumber
FARA V SYAHRINI