Beranda Headline Begini Cara Rasulullah Berhari Raya

Begini Cara Rasulullah Berhari Raya

BERBAGI
Shalat Id di Masjid Jami’ New Delhi/AP

AHAD.CO.ID- Allah SWT telah mensyariatkan dua hari raya bagi umat Islam setiap tahun. Masing-masing jatuh setelah pelaksanaan ibadah yang agung, yaitu puasa Ramadhan untuk Idul Fitri, dan haji di Baitullah untuk Idul Adha. Hari raya ini merupakan hari kegembiraan bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Ketika matahari tenggelam di malam Idul Fitri, Rasul SAW mulai mengumandangkan takbir, untuk melaksanakan perintah Allah SWT: “Sempurnakanlah bilangan (bulan) itu, serta agungkanlah asma Allah sesuai dengan apa yang Dia tunjukkan kepada kalian agar kalian bisa bersyukur (kepada-Nya).” (QS al-Baqarah [02]: 185).

Dalam kitab as-Sunan al-Kubra, karya al-Baihaqi, dituturkan bahwa takbir yang dikumandangkan Nabi itu berbunyi, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Lailaha Ill-Llahu wal-Lahu akbar, Allahu akbar wa li-Llahi al-hamd.” Takbir ini dikumandangkan dengan suara keras hingga esok harinya, ketika imam berdiri untuk shalat.

Di pagi hari, sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fitri, Nabi SAW mandi sunnah, sebagaimana tatacara mandi junub, untuk membersihkan seluruh tubuh baginda SAW. Baginda pun memakai pengharum untuk mengharumkan tubuh mulianya.

Setelah itu, baginda pun mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan mengoleskan minyak wangi ke pakaian baginda sehingga yang tercium adalah bau harum. Menurut Ibnu Qayyim, baginda SAW mempunyai baju khusus yang baginda kenakan di hari raya dan hari Jumat.

Setelah itu, Nabi pun sarapan pagi terlebih dahulu, baru kemudian keluar menuju tempat shalat Idul Fitri. Anas bin Malik –radhiya-Llahu ‘anhu—menuturkan, bahwa yang dimakan baginda SAW sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fitri adalah beberapa butir kurma. Baginda pun memakannya dalam hitungan ganjil (HR. Bukhari). Satu butir, tiga, lima, tujuh atau hitungan ganjil lainnya.

Sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fitri, baginda memerintahkan dikeluarkannya zakat Fitrah. Setelah itu, Nabi berangkat ke tempat shalat Idul Fitri, dengan berjalan kaki sembari membaca takbir, tahlil dan tahmid untuk mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, yang baginda baca dengan suara keras sepanjang perjalanan dari rumah baginda hingga ke tempat shalat Id. Tempat yang biasa digunakan oleh Nabi saw. untuk mengerjakan shalat Id itu berada di luar masjid Nabawi, letaknya kira-kira 200 m dari Babus Salam, Masjid Nabawi. Kini di tempat itu, didirikan bangunan masjid, yang diberi nama Masjid Ghamamah.

Baginda pernah mengirim surat kepada Amru bin Hazm agar mengakhirkan pelaksanaan shalat Idul Fitri dan menyegerakan pelaksanaan shalat Idul Adha. Ini untuk memberi kesempatan kepada kaum Muslim yang hendak mengeluarkan zakat fitrah agar bisa menunaikannya sebelum imam memulai shalatnya (Ibnu Qudamah, al-Mughni, 412).

Baginda SAW pun memerintahkan anak-anak perempuan, istri-istri baginda dan wanita kaum Muslim untuk keluar ke tempat shalat Idul Fitri. Dalam riwayat lain, Ummu ‘Athiyyah menuturkan, “Kami diperintahkan oleh Nabi untuk mengeluarkan para perempuan dewasa, termasuk wanita-wanita yang sedang haid untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum Muslim. Khusus bagi wanita yang sedang haid, dijauhkan dari tempat shalat.” (HR Muttafaq ‘alaih).

Baca juga :   Lantik Pengurus Provinsi Bali, BSMI Buktikan Bekerja Tanpa Sekat

Begitu tiba di tempat shalat, Nabi memulai prosesi shalat Idul Fitri dengan shalat dua rakaat, sebelum khutbah (HR Bukhari-Muslim). Shalat dua rakaat itu tanpa adzan dan iqamat. Shalat ini dimulai dengan takbiratul al-ihram, dilanjutkan dengan takbir sebanyak tujuh kali. Setelah itu, baginda SAW melanjutkan dengan membaca al-Fatihah dan surat al-A’la, dengan suara keras (Hr. Muslim dari an-Nu’man bin Basyir), atau al-Fatihah dengan surat Qaf (HR Muslim dari al-Laitsi). Pada rakaat kedua, sebelum membaca al-Fatihah, baginda melakukan takbir sebanyak lima kali. Setelah itu, baru membaca al-Fatihah dan surat al-Ghasyiyah, atau Iqtarabati as-sa’ah. Semuanya dilakukan dengan bacaan keras (jahr).

Usai melaksanakan shalat, baginda SAW berdiri di hadapan jamaah, berhadap-hadapan dengan mereka, untuk menyampaikan khutbah Idul Fitri. Kepada baginda diserahkan tombak atau tongkat. Baginda SAW pun bersandar kepadanya (HR Ahmad dan at-Thabrani). Setelah membaca hamdalah, beliau memerintahkan takwa kepada Allah dan menaati-Nya, serta menyerukan amar makruf dan nahi munkar. Setelah usai menyampaikan khutbah di hadapan kaum pria, baginda pergi ke tempat shalat kaum wanita, serta menyampaikan khutbah yang sama kepada mereka (Hr. Muslim, Ahmad, at-Thabrani, an-Nasai dan Abu Dawud).

Abu Hurairah menuturkan, bahwa pernah suatu ketika hujan turun di saat Id, maka Nabi SAW shalat bersama para sahabat dan kaum Muslim di masjid (HR al-Hakim dan disetujui oleh ad-Dzahabi).

Setelah selesai khutbah, sebagai imam dan kepala negara, baginda SAW berdiri di tengah-tengah tempat shalat, dalam riwayat lain, baginda berdiri di pasar yang letaknya tidak jauh dari masjid Nabawi dan masjid Ghamamah. Baginda melihat jamaah yang tengah berjalan meninggalkan tempat shalat. Untuk beberapa saat baginda berdiri di sana, setelah itu baru beliau SAW meninggalkan tempat (HR Ahmad dan at-Thabrani).

Nabi SAW kembali ke rumah dengan berjalan kaki, melintasi jalan yang berbeda dengan jalan yang baginda lalui saat berangkat (Hr. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah, al-Hakim dan al-Baihaqi). Sesampai di rumah, beliau shalat dua rakaat (HR. Ibn Huzaimah dan Ibn Majah).

Dalam riwayat Ahmad, dengan isnad yang jayyid, dituturkan, bahwa telah menjadi kebiasaan para sahabat Rasulullah SAW jika mereka bertemu satu dengan yang lain di hari raya, mereka saling mendoakan seraya berkata, “Taqaballahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima seluruh amal kami dan kalian).” (HR Ahmad).

Selain itu, baginda merayakan hari raya dengan nyanyian, memukul kendang dan rebana, meniup seruling dan melakukan tarian dengan pedang. Ketika Abu Bakar masuk ke rumah baginda SAW ada dua wanita Anshar sedang menyanyi sebagaimana yang dilantunkan kaum Anshar saat Peristiwa Bu’ats, meski kedua wanita itu bukan berprofesi sebagai penyanyi. Abu Bakar pun berkomentar, “Apakah boleh di rumah Rasulullah ada seruling syetan?” Mendengar itu, Nabi yang saat itu ada di rumah Aisyah bersabda, “Wahai Abu Bakar, tiap kaum mempunyai hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Syaifulla Abdurrahman, Lc