Jakarta, AHAD.CO.ID- Beberapa hari belakangan ini, sebuah undangan viral melalui media sosial di Malaysia. Isinya merupakan kampanye “Puasa For Malaysia.” Ajakan itu menuai kontroversi. Ulama-ulama di Malaysia menilai kampanye itu merupakan penistaan terhadap Islam.
“Puasa For Malaysia” mendorong puasa sebagai ajang solidaritas sosial. Menurut Ketua Badan Muafakat Sejahtera Masyarakat Malaysia (MUAFAKAT), Ismail Mina Ahmad, anjuran itu bertentangan dengan ajaran Islam. “Dalam ajaran Islam, puasa semata-mata untuk Allah. Ini konyol, ajaran yang keliru,” katanya.
Ia menjelaskan puasa merupakan bagian dari Agama Islam. Sebagai bentuk ibadah, lanjut dia, puasa harus langsung ditujukan pada Allah. “Tidak untuk tujuan lain,” Ismail menegaskan. Ismail mensinyalir ada agenda dekonstruksi Islam di balik kampanye “Puasa For Malaysia.” Otoritas setempat diminta untuk membatalkan kelangsungan acara itu.
Kampanye “Puasa For Malaysia” terbuka untuk semua warga Malaysia, dari berbagai latar belakang agama, untuk mendukung solidaritas persatuan dan perdamaian. Penyelenggaranya merupakan aktivis lesbian, gay, biseksual dan transgender LGBT, yang banyak terlibat di kegiatan-kegiatan anak muda.”Puasa For Malaysia” mengajak warga Malaysia sahur dan berbuka di dua tempat makan terpisah di kawasan Bangsar, pada 17 Juni mendatang.
Mufti Selangor Datuk Seri Mohd Tamyes Abd Wahid juga berpendapat sama dengan Ismail. Ia menilai kegiatan untuk mendorong persatuan bisa dilakukan dengan cara lain, tanpa melibatkan ibadah puasa. “Kita tidak bisa mengatakan puasa untuk Malaysia, Karena kita berpuasa karena Allah. Hanya satu tujuan, bukan dua atau tiga,” ia menekankan.
Imam Masjid Nasional, Khisamuddin Ismail berpandangan kampanye itu memiliki agenda pluralisme agama, yang menyamaratakan semua agama. “Tidak perlu menggunakan puasa Ramadhan. Sebagai Muslim, Kita harus tetap berpegang pada prinsip. Tapi pada saat yang sama menunjukan respek pada agama lain,” Ucapnya.
Editor : Jennar Kiansantang