Catatan Perjalanan Ruli Renata
Guru madrasah, backpaker, relawan ACT
AHAD.CO.ID- Matahari baru saja terbit, saya bergegas ke bahnhof (stasiun) diantar oleh Mas Fatah. Hari ini saya harus meneruskan agenda perjalanan menuju Paris. Sengaja saya memakai kereta Inter City Express (ICE) untuk efisiensi waktu dan ingin mencoba layanan transportasi darat antar negara.
Kereta yang bisa melaju dengan kecepatan 230 KM per-jam ini berangkat tepat pukul 07.58 waktu setempat. ICE memiliki ruang tempat duduk yang lapang dan nyaman di kelas 1 maupun di kelas 2 dan yang paling penting wifinya kencang #ups. Jarak 837 KM antara Braunschweig-Paris terlampaui hanya dalam waktu 7 jam. Semoga kita juga bisa punya kereta jarak jauh seperti ini, aamiin.
Sesampainya di Gare de l’Est (salah satu stasiun besar) di Kota Paris saya berhenti sejenak mencari lokasi Grand Mosque, juga mempelajari sistem kereta Kota Paris yang cukup rumit dibanding dengan negara negara lain di Eropa. Dari hasil gooling mengandalkan wifi gratis stasiun, menurut google untuk mencapai masjid saya harus menggunakan kereta platform 7 dan turun di Jussieu setelah itu jalan sekitar 650 meter. Berangkaaat!
Alhamdulillah, akhirnya saya sampai juga di masjid pertama Perancis yang dibangun pada tahun 1926. Masjid ini merupakan bentuk ucapan terima kasih pemerintah Perancis kepada 100.000 pejuang muslim yang tewas melawan pasukan Jerman dalam sebuah pertempuran yang berlangsung di daerah perbukitan utara Kota Vendun-sur-Meuse di wilayah bagian utara-timur Perancis pada 1916. Bahkan pada saat perang dunia ke-II, ketika Perancis diduduki oleh Jerman, di masjid inilah orang-orang Yahudi yang berjumlah lebih dari 600 orang berlindung.
Masjid dengan gaya Maroko ini dilengkapi dengan sebuah menara setinggi 33 meter yang berdiri kokoh. Memasuki masjid, kita bisa melihat pintu masjid yang terbuat dari kayu dengan ukiran yang indah. Langkah saya terhenti begitu memasuki pintu gerbang masjid, Masya Allah, kita disuguhi pemandangan taman dan air mancur yang tertata dengan indah.
Agak tergesa saya segera menuju ruang utama masjid karena adzan Asar telah berkumandang. Sebelum ruang utama ada semacam teras dalam yang cukup luas dan dihasi juga dengan air mancur, sayang airnya waktu itu tidak dialirkan.
Ruang utama dilapisi karpet sajadah berwarna hijau yang lembut. Kapasitas ruang utama masjid ini perkiraan saya bisa menampung lebih dari 500 jamaah, dan menurut keterangan dari pihak pengelola masjid, dalam shalat Jumat, jamaah bisa memenuhi seluruh area masjid termasuk teras.
Selesai shalat berjamaah, saya kembali ke taman untuk menikmati keindahannya sambil melihat monumen bertuliskan nama-nama prajurit yang meninggal di perang dunia I.
Di samping masjid terdapat pula semacam madrasah yang digunakan sebagai tempat belajar para mualaf dan jamaah. Bagi jamaah yang belum sempat mengisi perut jangan khawatir, di masjid ini terdapat juga restoran dengan makanan khas timur tengah yang menggugah selera
Betah sekali rasanya berada di sini, ada oase indah di tengah hiruk pikuk kota Paris yang glamour. Semoga di lain kesempatan Allah berikan kesempatan saya untuk kembali mengunjungi rumah-Nya di kota-kota lain. Sekarang saatnya kembali memenuhi agenda pekerjaan.
Editor: Dudy S Takdir