Jakarta, AHAD.CO.ID- Dewan Pertimbangan MUI, pada Rabu (26/4) melaksanakan Rapat Pleno ke-17, acara digelar dengan format diskusi yang mengundang berbagai tokoh Islam dan tokoh Partai Politik. Usai menggelar rapat pleno, Dewan Pertimbangan MUI mengeluarkan Tausiyah Kebangsaan.
Berikut isi lengkap Tausiyah Kebangsaan yang dibacakan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH.Didin Hafiduddin.
1. Bahwa kehidupan bangsa dewasa ini, terutama mengenai Pilkada serentak dan hal-hal yang mengitarinya telah menimbulkan perbedaan pandangan dan kepentingan politik yang tajam yang nyaris membawa perpecahan bangsa. Keadaan demikian ikut diperparah oleh pertentangan pendapat dan sikap kepada kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta dan proses peradilan yang menyertainya.
Oleh karena itu, kepada keluarga bangsa dipesankan agar tidak terjebak kepada pertentangan dan permusuhan. Perbedaan aspirasi dan kepentingan politik tidak harus membawa perpecahan dan terganggunya persaudaraan kebangsaan.
2. Sebagaimana Sikap dan Pandangan Keagamaan MUI tentang kasus penistaan agama pada tanggal 11 Oktober 2016, yang diperkuat dan didukung oleh tausiyah kebangsaaan Dewan Pertimbangan MUI pada 9 November 2016, maka harus dilakukan penegakan hukum secara berkeadilan, transparan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Tanpa bermaksud mencampuri proses peradilan, namun karena proses tersebut telah dengan kasat mata menunjukan hal yang patut diduga adanya campur tangan seperti ditunjukan oleh penundaan penuntutan dan tuntutan oleh JPU yang cenderung membebaskan terdakwa, maka Dewan Pertimbangan MUI menilai bahwa tuntutan itu telah mengusik rasa keadilan masyarakat, khususnya umat Islam. Untuk itu Dewan Pertimbangan MUI berpesan kepada lembaga penegak hukum agar berhati-hati dan berhenti dari kecenderungan mempermainkan hukum.
3. Mengajak penyelenggara negara khususnya lembaga penegak hukum untuk bersungguh-sungguh, secara konsisten dan konsekwen menegakan hukum secara berkeadilan. Jika tidak demikian, atau jika adanya campur tangan pemerintah dalam proses penegakan hukum, maka hal itu potensial menimbulkan ketakpercayaan yang kemudian membawa sikap ketidaktaatan rakyat kepada hukum dan penegakan hukum. Lebih daripada itu, jika ketidakadilan hukum itu seperti atas kasus penistaan agama berhubungan dengan keyakinan masyarakat, khususnya umat beragama (Islam) maka mereka akan mudah bangkit bergerak memprotesnya demi tegaknya kebenaran dan keadilan
4. Mengajak semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat khususnya umat berbagai agama, dalam rangka memelihara keamanan dan kerukunan bangsa untuk mengembangkan toleransi dan wawasan kebhinekaan sejati, yaitu budaya dan etika untuk tidak memasuki wilayah keyakinan pihak lain dan tidak mengganggu hal-hal suci yang dianut oleh pihak lain.
5. Sehubungan dengan situasi dan kondisi kehidupan bangsa akhir-akhir ini,seyogyanya segenap penyelenggara negara tidak terbelenggu dan tersandera oleh “satu faktor perusak dan pemecah belah bangsa”. Terlalu rendah derajat kita jika hal itu terjadi, dan terlalu mahal harga yang harus dibayar jika kerusakan dan perpecahan terjadi di negeri ini.
6. Menghimbau seluruh umat Islam sebagai umat mayoritas di negeri ini untuk menjadi perekat bangsa dan mengedepankan akhlak agung dalam bermuamalaah secara nasional. Di samping itu kita dituntut untuk mengokohkan ibadah dan tazkiyatun nafs dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Tausiyah Kebangsan Dewan Pertimbangan MUI ini ditandatangani oleh ketua Dewan Pertimbangan, Prof.Dr.H.M Din Syamsuddin dan Sekretaris Dr.H.Noor Achmad.
Reporter: Damar AH
Editor: Dudy S Takdir