Jakarta, AHAD.CO.ID- Amnesty International dalam laporan terbarunya pada Rabu 18 Oktober 2017, menemukan enam jenis kejahatan kemanusian yang dilakukan militer Myanmar di antaranya pembunuhan, pemerkosaan and pembakaran pemukiman.
Dalam rilis pers yang disiarkan Amnesty International Indonesia, kejahatan yang pertama adalah kejahatan kemanusiaan. Temuan ini berdasarkan hasil analisa dari testimoni saksi-saksi, foto dan data satelit, foto dan video yang dilakukan Amnesty International masing-masing menemukan kesimpulan yang sama: ratusan laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya menjadi korban kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Rakhine.
“Kesimpulan terkonfirmasi dari testimoni yang didapatkan Amnesty International, lebih dari 120 perempuan dan laki-laki Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh beberapa minggu terakhir,” ungkap Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty Internasional Indonesia Tirana Hassan di Jakarta, Rabu (18/10).
Lalu Amnesty International menemukan ada pembunuhan dan pembantaian. Petugas keamanan Myanmar, yang kadang didukung oleh kelompok vigilante, mengepung perkampungan Rohingya di wilayah utara Rakhine. Saat perempuan, laki-laki dan anak-anak Rohingya lari meninggalkan rumah mereka, tentara dan polisi Myanmar melepaskan tembakan yang membunuh dan melukai ratusan orang.
Pola pembunuhan dan pembantaian seperti itu ditemukan di puluhan perkampungan Rohingya lainnya di kota Maungdaw, Rathedaung, and Buthidaung. Petugas keamanan, khususnya militer, menyerang secara mematikan di per kampungan Rohingya di mana serangan 25 Agustus tersebut terjadi.
Fatima, 12, bercerita kepada Amnesty International bahwa dia sedang berada di rumah dengan orang tua dan delapan saudara serta neneknya, ketika melihat api mulai membakar sebagian wilayah kampungnya.
Ketika mereka bergegas melarikan diri keluar rumah, Fatima menambahkan, orang berseragam menembaki mereka dari belakang. Dia melihat ayah dan adik perempuannya yang berumur 10 tahun ditembak. Fatima juga menderita luka tembakan di kaki kanannnya tepat di atas lutut.
“Saya terjatuh tapi tetanggaku menolongku dan menyelamatkanku,” kata Fatima. Setelah satu minggu dalam pelarian, dia akhirnya mendapatkan perawatan medis di Bangladesh. Ibu dan kakak laki-lakinya terbunuh di Chut Pyin.
Amnesty International mengirimkan foto luka Fatma ke tim ahli forensic medis yang menyimpulkan bahwa luka tersebut disebabkan oleh peluru yang ditembakkan dari belakang dan mengenai kakinya.
Tirana menambahkan, kejahatan selanjutnya yang dilakukan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya adalah Pemerkosaan dan Kekerasan Seksual Lainnya.
Amnesty International mewancarai tujuh penyintas Rohingya yang mengalami kekerasan sekusual yang dilakukan oleh militer Myanmar. Empat dan satu perempuan berusia 15 tahun dari ketuju tersebut telah diperkosa oleh setiap kelompok tentara yang datang. Pemerkosaan terjadi di dua desa yang diinvestigasi oleh Amnesty International yaitu di Min Gyi di kota Maungdaw dan Kyun Pauk di kota Buthidaung.
“Setelah menangkap mereka, tentara memisahkan perempuan dan laki-laki dan anak-anak. Setelah menembak dan membunuh laki-laki, tentara Myanmar menarik perempuan Rohingya tersebut dan membawanya ke dalam rumah untuk diperkosa secara bergantian. Setelah memperkosa perempuan-perempuan tersebut, tentara membakar rumah dan perkampungan Rohingya dan kemudian pergi,” katanya.
Kejahatan terakhir yang ditemukan adalah pembakaran desa yang sistematis dan terorganisir. Tirana mengatakan, PBB telah mengidentifikasi bangunan dengan total luas 20,7 kilometer persegi telah terbakar di Maungdaw dan Buthidaung sejak 25 Agustus. Total luas area yang terbakar diperkirakan lebih besar disebabkan oleh awan tebal yang menghalangi satelit untuk mendeteksi secara keseluruhan.
Amnesty International menganalisa data satelit tersebut dan menemukan bahwa setidaknya terdapat 156 titik api besar di Rakhine sejak 25 Agustus. Dalam lima tahun terakhir pada jenjang waktu tidak pernah terdeteksi api di wilayah tersebut. Ini menunjukkan bahwa kebakaran tersebut dilakukan secara sengaja.
“Otoritas Myanmar bisa membantah dan mencoba untuk lari dari tuduhan pembunuhan skala besar tersebut tapi teknologi modern ditambah dengan penelitian hak asasi mendalam telah mempertegas keterlibatan mereka,” katanya.
Tirana mengatakan, sudah saatnya masyarakat internasional bergerak tidak hanya mengecam tapi mengambil langkah konkrit untuk menghentikan kekerasan yang mengakibatkan hampir setengah dari populasi Rohingya di Rakhine melarikan diri.
Dengan memutus kerjasama militer, menerapkan embargo senjata dan menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab. Sebuah pesan akan tersampaikan bahwa kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar di Rakhine tidak akan ditolerir.
“Masyarakat internasional harus memastikan bahwa pembersihan etnis ini tidak berlanjut dengan cara mendukung dan membantu Bangladesh menyediakan perlindungan yang aman bagi pengungisi Rohingya dan memastikan bahwa Myanmar harus menghargai hak warga Rohingya untuk kembali secara selamat di perkampungan mereka.”
“Myanmar juga harus menghentikan segala bentuk diskriminasi terhadap Rohingya dan menyelesaikan akar permasalahan dari krisis saat ini,” kata Tirana.
FADLI ALIEF | DANIEL AMRULLAH