Jakarta, Ahad.co.id- Beban masyarakat bertambah di masa pandemi dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Demikian terungkap dalam survey nasional yang digelar oleh Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP).
Hasil survey tersebut menunjukan hampir seluruh responden (95,66 persen) tidak setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Yang setuju hanya 4,34 persen.
“Alasan responden yang tidak setuju kenaikan iuran BPJS Kesehatan beragam, antara lain karena seharusnya kewajiban pemerintah memberi jaminan kesehatan, membebani masyarakat yang terkena dampak Covid-19, serta melanggar putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 yang membataslkan kenaikan iuran BPJS,” kata juru bicara LKSP Hafidz Muftisany, Selasa (30/06/2020).
Sedangkan responden yang setuju kenaikan iuran BPJS Kesehatan beralasan: sesuai dengan kemampuan masyarakat (49,09 persen), masih ada subsidi untuk masyarakat bawah/miskin (30,91 persen), meringankan beban anggaran negara yang sedang defisit (18,18 persen), dan lainnya (1,82 persen).
Sementara itu, dari kebijakan energi, sebagian besar (89,42 persen) responden setuju bila harga BBM diturunkan di masa pandemi, sementara yang tidak setuju (10,58 persen).
“Responden yang setuju penurunan harga BBM karena sesuai perkembangan harga minyak dunia yang juga tururn (46,29persen), sesuai dengan kondisi masyarakat yang tertekan ekonominya akibat Covid-19 (40,98 persen), Pertamina tidak akan rugi bila harga BBM diturunkan (11,35 persen), dan lainnya (1,39 persen),” jelas Hafidz.
Responden yang tidak setuju harga BBM diturunkan karena: kelebihan dana Pertamina bisa dimanfaatkan untuk jaring pengaman sosial (46,67persen), harga BBM selama ini juga sudah disubsidi (34,07 persen), mengurangi pendapatan negara/Pertamina (13,33 persen), antisipasi kenaikan harga minyak dunia (2,22 persen), harga BBM menyesuaikan ongkos pembelian (1,48 persen) dan lainnya (2,22persen).
Lebih lanjut Hafidz menjelaskan, profil responden sangat majemuk, mewakili masyarakat Indonesia dari beragam latar belakang. Dari segi pendidikan: sebanyak 42,79 persen responden berpendidikan sarjana, yang lain tamat diploma (19,44 persen), tamat SMA (32,73 persen), tamat SMP (4,10 persen) dan tamat SD (0,93 persen).
Sementara pekerjaan responden: pegawai swasta (32,05 persen), wirausaha/pedagang (18,27 persen), ibu rumah tangga (13,63 persen), pegawai negeri sipil/TNI/Polri (12,46 persen), buruh/pekerja lepas (11,38 persen), pelajar/mahasiswa (6,20 persen), dan petani/nelayan/peternak (6,01 persen). (Hasbi)