Medan, Ahad.co.id- Acara talkshow dan diskusi bertajuk “Bencana RUU P-KS”, digelar di Hotel Garuda Plaza Medan pada Ahad malam pekan lalu (10/2/2019).
Dalam talkshow tersebut beberapa pembicara lokal dan nasional turut hadir. Dari Medan hadir Dr Abdul Hakim Siagian, SH, Mhum, sebagai dosen yang juga praktisi hukum pidana dan Prof. Dr. Ir. Hj. Darmayanti Lubis, anggota DPD RI dari Sumatera Utara. Sedangkan pembicara nasional hadir ustaz Dr. Fahmi Salim, MA, Wakil Sekjen MIUMI Pusat. Acara talkshow dimoderatori oleh Ustaz Rafdinal, SSos, M.AP.
Talkshow dan diskusi yang diselenggarakan oleh Liga Muslim Indonesia (LMI) ini dihadiri oleh seratusan peserta dari berbagai ormas yang ada di kota Medan.
Diskusi dibuka oleh Dr Abdul Hakim Siagian, SH, Mhum sebagai praktisi hukum pidana yang juga dosen hukum di beberapa universitas. Abdul Hakim menyatakan bahwa RUU P-KS dari naskah akademiknya sendiri sudah tidak jelas dasar hukumnya. Jangankan menggunakan literatur dari kitab suci, misalnya Al-Quran dan Sunnah bahkan Pancasila yang merupakan dasar negara dan sumber dari segala sumber hukumpun tidak tercantum dalam draft naskah akademik RUU P-KS.
“Pandangan saya RUU ini pantas disebut merupakan test case untuk membentuk hukum di indonesia dengan pendekatan atheisme atau paling tidak konsep di RUU memunculkan fakta bahwa paham sekularisme itu tampaknya mendapatkan posisi dan sekarang mereka berjuang untk mendapatkan legitimasi melalui RUU P-KS,” tegas Abdul Hakim.
Pembicara lain, Prof. Dr. Ir. Hj. Darmayanti Lubis, anggota DPD RI dari Sumatera Utara, mengakui dirinya sebagai senator tidak bisa berbuat banyak terkait RUU P-KS karena haknya sebagai anggota DPD hanya sebatas memberikan pandangan dalam rapat di parlemen.
Namun dia berharap ke depannya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak haruslah hijau (kelompok Islam, red) kalau tidak warna kementerian tersebut akan menjadi liberal dan sekuler. Secara umum Prof. Dr. Ir. Hj. Darmayanti Lubis menegaskan bahwa dirinya berada di pihak yang mengkritisi RUU P-KS.
Pada bagiannya, wakil sekjen MIUMI, ustaz Dr Fahmi Salim, MA, mempertanyakan begitu cepatnya proses akselerasi RUU P-KS dibandingkan RUU lain yang masuk prolegnas 2018-2019. Menurutnya ada pihak-pihak yang merancang, menyusun, mendorong segera disahkannya RUU P-KS ini dan mereka tidak ingin menyianyiakan waktu yang ada.
“Mereka berkaca dalam kasus seperti tahun 2012 sampai 2014 ketika umat Islam bersama komponen-komponen Islam lainnya berhasil menunda atau menggagalkan RUU kesetaraan dan keadilan gender yang sarat dengan nilai-nilai liberalisme, sekularisme dan menihilkan ajaran agama,” tegas Fahmi yang juga Sekertaris Komisi Dakwah MUI Pusat ini.
Lebih lanjut, Fahmi menyindir pihak-pihak yang dianggapnya penumpang gelap dalam RUU P-KS. Para penumpang gelap ini, menurut Fahmi selalu berteriak ‘Saya Pancasila’, ‘Saya NKRI’ tapi menyusun RUU P-PKS sama sekali tidak ada cantolan agamanya apalagi Pancasila. Pancasila lebih sering dipakai untuk menyudutkan umat Islam seolah-olah umat Islam ini tidak Pancasilais tapi giliran menyusun UU, Pancasilanya justru tidak ada apalagi nilai-nilai agama.
Dalam kesimpulannya, Fahmi menegaskan bahwa pihaknya sepakat untuk melindungi korban kekerasan seksual tapi dengan syarat jangan ada ideologi, paham-paham yang bertentangan dengan agama dan Pancasila ikut masuk kemudian menjadi penumpang gelap, kemudian tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam.
“Dan ini harga mati. Jangan cuma NKRI harga mati tapi syariat Islam juga harus harga mati. Disetiap UU tidak boleh ada yang bertentangan dengan syariat Islam,” tandas Fahmi.
Talkshow dan diskusi “Bencana RUU P-KS” ini merupakan puncak acara dari program ‘Safari Cinta Selamatkan Generasi Islam’ yang digagas oleh Liga Muslim Indonesia (LMI) Medan.
Sebelumnya sejak dari tanggal 9 Februari, LMI menggelar acara sosialisasi kenapa RUU P-KS harus ditolak di beberapa masjid yang ada di kota Medan dengan menghadirkan pembicara ustaz Dr Fahmi Salim, MA dan ustaz Budhi Setiawan selaku pembina ormas Thariquna. Dan disetiap akhir acara, pihak panitia menggelar spanduk untuk ditandatangani jamaah sebagai bentuk dukungan menolak disahkannya RUU P-KS.
Hasbi Syauqi