Oleh: Tjahja Gunawan
(Pemred AHAD.CO.ID)
Ahad.co.id – Hari Rabu (26/12), penulis bersama para relawan dari Dewan Dakwah Indonesia (DDI) berkesempatan melihat langsung lokasi bencana Tsunami Selat Sunda dan tidur semalam bersama para pengungsi di Posko DDI di Desa Tambang Ayam, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Di Posko ini terdapat sekitar 200 pengungsi, mereka umumnya para pedagang kecil yang memiliki warung di pinggir pantai Anyer. Sebagian diantara mereka tinggal di rumah yang tidak jauh dari Pantai Anyer.
Setelah kejadian Tsunami pada Hari Sabtu malam (22/12), warga disana terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih tinggi dan agak jauh dari pantai diantaranya ke Posko DDI.
Posko tersebut berupa bangunan permanen milik DDI yang dibangun tahun 1999 dan berfungsi sebagai tempat ibadah dan sekolah. Penduduk yang rumahnya dekat pantai mengungsi setiap menjelang malam.
“Jumlah pengungsi pada malam hari sering lebih banyak daripada siang. Sebab pada siang hari sebagian pengungsi bekerja atau kembali ke rumahnya, dan pada malam hari kembali ke tempat pengungsian,” kata Ust Ramdhoni, penangungjawab Posko DDI di Desa Tambang Ayam, Kecamatan Anyer.
Upaya Penanganan
Dari Anyer, keesokan harinya penulis melanjutkan perjalanan menyusuri jalan menuju arah Karang Bolong, Carita, Labuan, hingga Desa Tangkil, di Kabupaten Pandeglang.
Di sepanjang kiri kanan jalan tersebut, banyak tumpukan puing-puing dan reruntuhan bangunan yang rusak akibat diterjang Tsunami.
Sementara itu upaya penangangan darurat masih terus dilakukan. Tim SAR gabungan terus mencari korban yang berada di bawah puing-puing material hanyutan tsunami. Juga menyisir daerah di sepanjang pantai terdampak.
Sementara itu penanganan pengungsi terus dilakukan dengan mengirim dan mendistribusikan bantuan logistik. Selain melalui jalur darat, distribusi bantuan dan logistik juga dilakukan melalui tiga helikopter BNPB ke beberapa desa di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang.
Menurut catatan BNPB, hingga H+7 pada Sabtu (29/12) tercatat korban tsunami di Selat Sunda sebanyak 431 orag meninggal dunia, 7.200 orang luka-luka, 15 orang hilang, dan 46.646 orang mengungsi.
Kerugian material antara lain 1.527 unit rumah rusak berat, 70 unit rumah rusak sedang, 181 unit rumah rusak ringan, 78 unit penginapan dan warung rusak, 434 perahu dan kapal rusak dan beberapa kerusakan fasilitas publik.
Korban dan kerusakan material ini berasal dari lima Kabupaten yaitu Pandenglang, Serang, Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus.
Jumlah korban dan dampak bencana paling banyak terjadi di Pandeglang. Tercatat 292 orang meninggal dunia, 3.976 orang luka-luka, 8 orang hilang, dan 33.136 orang mengungsi.
Pembangunan WC
Berdasarkan pengamatan, kondisi pengungsi masih memerlukan bantuan. Pengungsi memerlukan bantuan kebutuhan dasar seperti permakanan, air bersih, MCK, pakaian layak pakai, selimut, tikar, pelayanan medis, dan lainnya.
Bantuan logistik memang terus berdatangan dan dikirim ke posko-posko bantuan, namun hingga kini masih terkendala dalam distribusi ke titik pengungsian yang aksesnya cukup sulit dijangkau khususnya di daerah Sumur.
Problem utama sekarang adalah banyak rumah warga yang menampung pengungsi tidak mempunyai WC. Ini sebenarnya bisa menimbulkan risiko kesehatan yang buruk.
Oleh karena itu sebagian organisasi kemanusiaan berusaha menggerakkan masyarakat setempat untuk membuat WC.
Menurut Budi Laksono, dari tim relawan kesehatan, selain menggerakkan masyarakat pihaknya juga bekerjasama dengan Mabes TNI AD untuk membangun WC di rumah-rumah warga yang dijadikan tempat pengungsian.
Satu keluarga ada yang menampung dua hingga lima keluarga. Tetapi hampir semua rumah tanpa WC.
“Alhamdulillah, hari ini Ahad (30/12), sudah puluhan WC yang sudah jadi dan banyak lagi yang sedang dibuat,” jelas Budi Laksono. ****