Jakarta, Ahad.co.id – Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) M. Mahendradatta menilai bertebarannya spanduk yang menggembosi Reuni 212 di Jakarta tidak punya dasar alasan yang jelas.
“Entah siapa yang buat dan memasangnya, namun jelas membutuhkan dana yang bercukup. Hanya saja konten spanduk itu tak lebih dari kalimat provokatif serta minim alasan kalau tidak boleh dikatakan tanpa alasan,” katanya dalam pernyataannya kepada ahad.co.id, Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Menurut Mahendra, spanduk-spanduk itu juga perwujudan rasa panik dan galau akan sebuah kekuasaan apapun yang terusik. Mahendra juga mengatakan isi sebagian spanduk tidak memahami esensi yang dikritik, contohnya salah satu spanduk itu berbunyi “212 Anti Pancasila”. Padahal, Reuni 212 tidak bertentangan dengab Pancasila.
“Ini yang buat spanduk perlu dipertanyakan tahu Pancasila dimana? Saya saja yg pernah merasakan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pola 100 Jam merasa bahwa Reuni Akbar 212 kali ini benar-benar mengamalkan Pancasila,” ungkap Advokat senior itu.
Mahendra mengungkapkan Kebebasan menjalankan Agamanya yang sah di Negri ini (UU No 1/PNPS/1965) merupakan pengamalan Sila Pertama. Sementara itu, sila kedua mempersyaratkan Kemanusiaan yang adil dan Beradab,
“Orang yang menjalankan Ibadah Agamanya sudah pasti Beradab dan mengamalkannya,” cetusnya.
Lebih dari itu, lanjut Mahendra, Reuni Akbar sendiri mengamalkan sika ketiga yaitu, Persatuan Indonesia, karena peserta reuni dari berbagai daerah di Tanah Air semua akan hadir, tidak ada perbedaan diantara mereka apalagi dibeda-bedakan.
“Reuni Akbar 212 juga tidak akan melarang atau mengganggu keyakinan agama lain Non Muslim. Bahkan saat 212 saja, mempelai di Gereja Katedral malah diperlancar dan dihormati,”jelasnya.
Mahendra juga berpendapat bahwa Reuni 212 sejalan dengan Sila Keempat, karena kegiatan ini sepenuhnya oleh rakyat dan untuk rakyat. Tidak mementingkan salah satu kelompok saja.
“Diakui Reuni Akbar 212 adalah aspirasi dari bawah tanpa ada komando apa-apa,” katanya.
Adapun Sila Kelima, sambung Mahendra, mewujud dalam Reuni 212 dengan terciptanya upaya saling tolong menolong diantara segenap partisipannya. Ada yang menyediakan akomodasi, konsumsi, dan transportasi untuk partisipan lainnya. Inisiator-inisiator tidak menyediakan kebutuhan itu sama sekali.
“Biarlah para partisipan saling tolong menolong. Oleh karenanya, janganlah asal omong dengan berkedok Pancasila, NKRI maupun Kebhinekaan bila belum paham maksudnya apalagi cuma Asal Bunyi akibat latah,” tandasnya.
Bilal