Palu, Ahad.co.id- Memasuki hari keenam pasca gempa dan tsunami yang menjadikan palu dan sekitarnya jadi “kota mati”, bantuan belum juga dirasakan maksimal oleh warga bahkan cenderung belum ada sama sekali. Insting bertahan hidup menjadi alternatif pemantik jiwa survive masyarakat yang “terpaksa” menjarah gudang dan toko yang ditinggal oleh pemiliknya.
Namun sebelum itu, ada yang lebih memprihatinkan. Evakuasi para korban yang dikabarkan ribuan juga belum rampung. Beberapa titik pusat terparah gempa dan tsunami luput dari perhatian.
Slogan “KAMI BUTUH AIR DAN MAKAN” bertebaran disana-sini. Posko2 ciptaan warga yang “gerah” karena bantuan tak kunjung datang menjamur memenuhi sudut2 kota.
“Kemana pemerintah? Mengapa diam? Jelang pemilihan mereka mendekat, saat menjabat mereka tetiba hilang tanpa jejak” Kata Seorang Warga dengan nada meluap-luap.
“Anak-anak kami menangis minta susu. Keluarga kami meringis menahan lapar. Tolong kami, bantu kami, jangan janji kami,” Kata seorang Ibu dengan mata yang basah.
Di Palu bagian barat, di sebuah pemukiman padat warga bernama Perumnas Balaroa, cerita tentang rumah yang rata dengan tanah itu benar adanya. Puluhan kendaraan terkubur massal bersama pemiliknya.
Belum ada bantuan yang berarti hingga detik ini. Hanya 1 atau 2 mayat yang bisa dievakuasi oleh tim rescue ACT MRI. Dibutuhkan alat berat untuk bisa melakukan penggalian area yang tertimbun. Eskavator dan Buldoser di lokasi tersebut seolah hanya jadi barang pajangan karena nihilnya BBM dan petugas yang paham area.
Mari doakan mereka yang wafat semoga khusnul khaatimah sembari berharap bahwa segera ada tindakan nyata dari pihak berwenang.
Sungguh, bukan saatnya kita berlama-lama merapatkan dan men-teorikan bantuan sebab setiap detik saat ini, kelaparan dan dehidrasi mengancam ribuan warga yang seolah kehilangan “belas kasih” dari pemerintahnya.
Nur Ali Akbar | Beny Aprius