Jakarta, Ahad.co.id- Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengecam aksi penghadangan disertai ancaman yang diterima aktivis Gerakan 2019 Ganti Presiden Neno Warisman di Bandara Hang Nadim, Batam. Aksi yang bertujuan untuk menghalangi dan menggagalkan Deklarasi Gerakan 2019 Ganti Presiden di Kota Batam ini dinilai mencederai demokrasi, melanggar peraturan, dan meruntuhkan wibawa negara karena dilakukan di obyek vital yang harusnya dilindungi dari gangguan keamanan.
“Bagi saya kejadian ini memalukan. Ini (penghadangan di bandara kepada tokoh yang kritis terhadap Pemerintah) bukan kali pertama terjadi. Saya harap Presiden Jokowi aware terhadap kasus ini dan mengultimatum pendukungnya untuk stop menghadang tokoh-tokoh yang kritis. Kejadian seperti ini malah merugikan Presiden sendiri,” tukas Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (30/7).
Senator atau Anggota DPD DKI Jakarta ini mengkhawatirkan ada paradigma yang keliru di benak para pendukung Jokowi bahwa jika ada tokoh yang mengkritik Pemerintahan atau ada gerakan yang menyuarakan mengganti Presiden secara konstitusional lewat Pemilu 2019 adalah bentuk atau sikap anti Pancasila dan NKRI, radikal, bahkan dianggap penyebar SARA dan kebencian. Padahal, kritik dan Gerakan 2019 ganti presiden sebuah hal yang biasa dalam negera demokrasi bahkan dilindungi undang-undang.
“Saya khawatir paradigma ini yang ada dibenak orang-orang yang menghadang Mbak Neno di Batam kemarin. Karena merasa membela Presiden dan menganggap yang mereka hadang orang yang anti NKRI, mereka merasa sah-sah saja demo dan melakukan penghadangan di bandara. Ini kan bentuk kegagalan berpikir. Makanya presiden harus ultimatum pendukungnya,” tegas Fahira.