Beranda Berita Terus Jadi Polemik, Warga Baduy Tolak Disebut Penganut Kepercayaan

Terus Jadi Polemik, Warga Baduy Tolak Disebut Penganut Kepercayaan

BERBAGI
Kredit foto: Bantenprov.go.id

Lebak, AHAD.CO.ID- Masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, menolak kolom agama ditulis di KTP elektronik dan kartu keluarga sebagai penganut kepercayaan.

“Kami sangat keberatan dan menolak jika identitas KTP-e dan KK agama warga Badui dicantumkan penghayat kepercayaan,” kata Santa (45), warga Badui, di Lebak, Rabu (15/11)

Masyarakat Badui sejak nenek moyang menganut agama “Selam Wiwitan” dan bukan penghayat kepercayaan. Bahkan, agama “Selam Wiwitan” lebih dahulu dibandingkan dengan organisasi penghayat kepercayaan.

“Masyarakat Badui tentu akan menolak jika ditulis kolom agama dengan nama penghayat kepercayaan pada KTP-e maupun KK,” katanya

Karena itu, Kementerian Dalam Negeri setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan segera direalisasikan kolom agama masyarakat Badui.

Apabila masyarakat Badui memiliki KTP-e dengan kolom agama “Selam Wiwitan” tentu bisa berpartisipasi pada Pilkada Lebak 2018.

“Kami tidak akan membuat KTP-e jika dicantumkan agama penganut kepercayaan,” katanya.

Samari (65), warga Badui lainnya mengaku sejak 1970-2013 agama masyarakat Badui tercantum pada kolom KTP dan KK sebagai agama “Selam Sunda Wiwitan”.

Baca juga :   Dengan Kapal Laut Perantau Minang di Wamena Tinggalkan Papua

Namun, pada 2013 sampai 2017 dikosongkan karena adanya UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan diakui enam agama, yakni Islam, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, dan Konghucu.

“Kami berharap pemerintah bisa kembali pada kolom agama di KTP-e dan KK dicantumkan `Selam Wiwitan`,” katanya.

Berdasarkan keterangan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah, saat ini penulisan aliran kepercayaan di kolom agama bagi para penghayat kepercayaan sudah mulai mengerucut dua opsi, yakni ditulis kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat kepercayaan.

Usulan itu berdasarkan hasil putusan MK yang menyarankan teknis penulisan aliran kepercayaan yang dianut oleh warga di kolom agama KTP-e tidak harus ditulis secara spesifik.

Namun, penulisan dua opsi di atas itu belum final dari pemerintah. “Kami hingga kini masih mendiskusikan penulisan dua opsi itu dengan pihak terkait,” katanya.

ANTARA | DAMAR AH