Oleh Asyari Usman
Mantan wartawan senior BBC*
AHAD.CO.ID- Tidak banyak yang percaya bahwa penguasa sedang melakukan “operasi pembersihan”. Alias, crack down. Yang jeli atau yang tidak terlalu jeli, melihat “pembersihan” ini dilakukan sebagai balas dendam atas hasil pilkada DKI. Ada yang mengatakan, pembersihan ini setidaknya mendapatkan restu dari episentrum kekuasaan. Bisa jadi juga ada “petunjuk” kepada semua organ yang bisa dikerahkan untuk pembersihan itu.
Crack down terhadap para vokalis kaum muslimin sedang dilakukan. Lawan-lawan politik penguasa sekarang sedang menghadapi persekusi yang berbungkus prosekusi. Hari ini, crack down itu sampai di depan pintu rumah tokoh Reformasi 1998, Prof Amien Rais. Mantan ketua MPR itu disebut-sebut (oleh jaksa KPK di persidangan kasus Siti Fadila Supari, 31 Mei 2017) menerima aliran dana berjumlah 600 juta melalui enam kali transfer ke rekening Amien.
Sejumlah pengamat politik mengatakan, penguasa Indonesia sedang menggunakan segala cara untuk “menggebuk” lawan-lawannya. Dari sudut pandang politik terkini, Amien Rais memang jelas dianggap sebagai ganjalan. Dianggap sebagai orang yang membahayakan. Karena itu, tepat dijadikan target. Ada yang mengatakan, Presiden Joko Widodo sendiri sangat gerah melihat gerak-gerik politik Amien Rais akhir-akhir ini.
Tetapi, apakah tokoh reformasi ini sudah sangat kesulitan finansial sampai-sampai harus kemaruk menerima “uang sogok” 600 juta? Kalau menggunakan perasaan, tentu tak masuk akal Pak Amien mau mengorbankan nama baiknya untuk uang sebesar itu.
Pastilah beliau punya banyak teman dekat yang kaya-raya kalau situasi keuangan sudah sangat parah. Tidak perlu harus menghubungi asisten Siti Fadilah Supari (SFS) untuk menyampaikan pesan agar “bagi-bagi uang korupsi” alkes. Martabat Pak Amien akan lebih rendah dari keset sekiranya dia benar meminta uang dari SFS.
Kalangan Muhammadiyah mengatakan, penyebutan nama Amien Rais itu adalah fitnah murni. Mantan ketua umum Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin, mengatakan KPK tendensius, tidak punya bukti, dan cenderung menjadi perpanjangan orang terentu. Din mengatakan, KPK melakukan pembunuhan karakter terhadap Amien.
Pihak KPK mengimbau agar penyebutan nama Amien Rais tidak diseret ke ranah politik. Harapan ini tampaknya sulit untuk diterima warga Muhammadiyah dan masyarakat yang sangat menghormati Amien. Itulah sebabnya, operasi pembersihan pascapilkada DKI ini akan memasuki babak yang menegangkan. Masyarakat yang meyakini integritas Amien, tidak mungkin bisa diminta diam dan menghormtai proses hukum kasus alkes.
Kalau operasi pembersihan yang dijalankan oleh penguasa dilakukan dengan meniru cara pukat harimau, kelihatannya akan banyak batu karang yang akan tertabrak. Sebagian batu karang mungkin akan patah terseret pukat, tetapi banyak pula yang berdiri kuat dan akan menyebabkan pukat koyak berantakan.
Kalau pukatnya sangkut di batu karang yang besar, bisa jadi kapal tariknya akan oleng. Bisa juga tenggelam, kalau ditarik dengan paksa.
Paling-paling kita hanya bisa mengingatkan pihak yang berkuasa bahwa salah satu bumerang yang menancap di lambung Ahok tempohari adalah ketika dia dianggap merendahkan KH Ma’ruf Amin di persidangan.
Bagi semua orang, Ma’ruf Amin adalah ulama yang sangat dihormati. Amien Rais pun lebih kurang seperti itu. Semua orang melihat dia sebagai “ulama” reformasi yang sangat dihormati.
Suka atau tidak suka, setiap proses apa pun yang menjatuhkan nama baik Amien, pastilah akan dianggap sebagai musuh bersama oleh para pendukungnya, terutama warga Muhammadiyah.
Anda berteriak-teriak sekuatnya untuk mengatakan bahwa penyebutan nama Amien di sidang SFS tidak ada kaitannya dengan situasi politik, sampai kapan pun khalayak tidak percaya.
Apalagi “secara kebetulan” saja Amien selama ini ikut aktif dalam usaha untuk memenangkan Anies di pilkada. Tentulah orang semakin yakin Amien Rais sedang menghadapi persekusi sebagaimana tokoh-tokoh umat lainnya yang menunjukkan sikap berseberangan dengan penguasa.
*Penulis adalah mantan wartawan BBC. Artikel ini opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC