Oleh: Asyari Usman
Mantan wartawan Senior BBC*
AHAD.CO.ID- Dari Markas Komando (Mako) Brimob, kami ajak Anda ke Singapura. Supaya kita semua, terutama para pendukung Pak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bisa mendapatkan penyeimbang perasaan gundah dan marah Anda yang disebabkan oleh hukuman penjara atas mantan gubernur DKI itu.
Kalau di Indonesia hanya ada 1 orang warga minoritas yang terpaksa masuk penjara (itu pun karena putusan pengadilan), di Singapura ada 570,000 orang Melayu (belum lagi minoritas keturunan lain) yang, pada hakikatnya, mendekan di penjara selama puluhan tahun ini, tanpa putusan pengadilan.
Boleh dikatakan, begitu mereka lahir, langsung masuk penjara. Sejak dalam kandungan pun, orang Melayu Singapura sudah harus memulai masa tahanan –sampai nanti mereka akhirnya menghembuskan napas terakhir. Pak Ahok hanya dihukum 2 tahun penjara saja; dan besar kemungkinan akan bebas tak sampai setahun.
Di Singapura? Orang Melayu dihukum seumur hidup, dan kelihatannya akan berlangsung sampai dunia kiamat. Batin mereka tersiksa. Tidak boleh itu, tidak boleh ini. Banyak yang tidak boleh dilakukan oleh orang Melayu.
Memang bukan penjara model Cipinang, Nusakambangan maupun Mako Brimob. Orang Melayu di Singapura masih bernapas di dalam rumah mereka. Mereka masih bisa pergi ke pasar dan ke sekolah. Tetapi, sesungguhnya penderitaan mereka jauh lebih berat dibandingkan penderitaan yang dialami Pak Ahok di Mako Brimob.
Pak Ahok masih banyak orang yang memperhatikannya. Dia dijenguk oleh menteri, politisi, para pejabat tinggi, dan budayawan. Sampai-sampai PBB, Amnesty International, Uni Eropa, dsb, turun tangan menekan Indonesia agar membebaskan Pak Ahok. Di dalam negeri juga begitu marak aksi protes yang membela Pak Ahok. Bukan saja golongan minoritas yang protes, saudara-saudara yang berasal dari golongan mayoritas pun ikut membantu.
Di Singapura? Siapa yang peduli dengan pemenjaraan minoritas Melayu di negara itu? Siapa yang mau meneriakkan hak asasi orang Melayu yang tanahnya dirampas oleh golongan mayoritas (etnis Tionghoa berjumlah 74%, Melayu hanya 15%) dengan alasan pembangunan?
Mana ada Komnas HAM Singapura yang membela minoritas Melayu. Siapa yang berani mempersoalkan diskriminasi di segala bidang terhadap warga Melayu. Diskriminasi di lingkungan pekerjaan, baik di pemerintahan maupun di kalangan swasta.
Apakah saudara-saudara yang mendukung Pak Ahok tahu dan pernah teringat betapa kejamnya perlakuan golongan mayoritas Tionghoa di Singapura terhadap orang Melayu yang minoritas? Mereka tidak akan diberi posisi senior meskipun mereka memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Jangankan kebebasan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, untuk beribadah dan melanjutkan pendidikan Islam kepada generasi penerus mereka saja, tidak bisa bebas. Kegiatan orang Melayu di masjid dikekang dan dimata-matai.
Di Indonesia? Tidak ada yang mengekang warga Tionghoa untuk membangun wihara yang ukurannya superbesar. Silakan lihat di Medan dan kota-kota lainnya. Tidak diganggu sama sekali.
Mana berani orang pribumi mengekang orang minoritas Tionghoa. Bahkan, sekarang ini orang minoritas Tionghoa, kata banyak orang, sudah menjadi “mayoritas” dalam kekuasaan politik dan ekonomi. Mereka, bahkan, sudah de facto mengendalikan parpol-parpol yang besar dan yang kecil. Hanya beberapa parpol saja yang tidak dikendalikan oleh Sembilan Naga, oleh oligarkhi ekonomi dan keuangan.
Di Singapura, penguasa negara itu dengan mudah “memenjarakan” 570,000 manusia Melayu. Di Indonesia, kalau tidak turun jutaan orang untuk menuntut keadilan atas kesalahan Pak Ahok, barangkali tidak akan berani hakim menjatuhkan hukuman untuk beliau ini.
*(Penulis adalah mantan wartawan BBC. Isi artikel ini tidak ada kaitannya dengan BBC)