Xinjiang, AHAD.CO.ID- Dalam beberapa bulan terakhir, Cina kembali berada dalam sorotan organisasi hak asasi manusia (HAM) dunia. Karena untuk kesekian kalinya, pemerintah Cina menekan dan menangkap warga Muslim suku Uighur.
Laporan yang muncul dari Daerah Otonomi Uighur menunjukkan telah terjadi puluhan ribu penangkapan baru-baru ini dan banyak yang dieksekusi tanpa proses peradilan.
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang sebagian besar memeluk Islam. Mereka mendiami wiayah Provinsi Xinjiang, dan selama ini mengalami diskrminasi dari pemerintah pusat di Beijing.
Menurut laporan itu, seperti dimuat World Bulletin pada Kamis (20/4), pelajar Uighur yang belajar di luar negeri dan juga sumber-sumber lokal di wilayah itu dipaksa pulang kampung di bawah sebuah peraturan baru.
Itu menimpa terutama pada mahasiswa Uighur di Turki, Mesir, dan Jepang. “Mereka diperlakukan seolah-olah mereka adalah narapidana,” kata laporan itu.
Laporan itu menyatakan Cina telah mulai menerapkan praktik ini kepada orang-orang Uighur, baik yang imigran ataupun pengungsi di luar negeri, serta pengusaha.
Misalnya, sekitar 5.000 siswa Uighur di Mesir dan ribuan siswa lainnya di Turki dipandang sebagai penjahat potensial dan telah dipanggil kembali dan ditangkap tanpa diadili.
Jika para pelajar Uighur bersikeras tidak mau kembali, orangtua mereka ditahan.
Menurut informasi terbaru, lebih dari 300 siswa Uighur yang mendapat tekanan keras kerana orangtua terancam dipenjara terpaksa ke kembali ke Turkistan Timur dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut informasi yang diungap oleh beberapa siswa ini, pihak berwenang Cina meminta mereka untuk kembali pada 1 Mei 2017, dan jika mereka tidak menggubrisnya, keluarga mereka akan dipenjara.
Jika tuduhan pemerasan dan tekanan pada pelajar Uighur untuk pulang kampung terbukti, itu akan menjadi penjelasan yang sulit bagi Cina karena telah melanggar aturan-aturan hukum yang lazim dan prinsip-prinsip hukum universal.
Langkah pemerintah Cina dianggap telah melanggar hak-hak asasi internasional karena memandang semua orang Uighur sebagai penjahat potensial.
“Dan sebuah pelanggaran hukum yang sangat besar kalau memasukkan semua pelajar, yang tidak memiliki catatan kriminal dan dan hanya tinggal di luar negeri untuk belajar, dalam kategori yang sama,” kata World Bulletin.
Selain itu, Cina dianggap telah mengabaikan prinsip dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan di pengadilan bersalah (presumption of innocence until proven guilty), yang merupakan undang-undang dasar universal.
Sumber: Miraj Islamic News Agency
Editor: Daniel Amrullah